Minggu, 22 Maret 2009

2ps

Sanitasi

Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas.

Lompat ke: pandu arah, gelintar
Bakteria E. Coli di bawah pembesaran
Sanitasi merupakan cara untuk mencegah sentuhan manusia daripada bahaya bahan buangan untuk mempromosikan kesihatan. Bahaya ini mungkin sama ada dari segi fizikal, mikrobiologi dan agen-agen kimia bagi penyakit berkenaan. Bahan buangan yang boleh menyebabkan masalah kesihatan adalah terdiri daripada tahi manusia atau binatang, sisa bahan buangan pepejal, air bahan buangan domestik (kumbahan, urin, bahan buangan mandian atau cucian), bahan buangan industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih boleh dilakukan dengan menggunakan penyelesaian kejuruteraan (contohnya rawatan kumbahan dan sisa cecair buangan), teknologi mudah (contohnya tandas, tangki septik), atau amalan kebersihan peribadi (contohnya membasuh tangan dengan sabun).

Prinsip Pengeringan (Dehidrasi) Pangan

Summary rating: 2 stars (19 Tinjauan)
Kunjungan : 1073
kata : 300

oleh : anin

Pengarang : Elvira Syamsir
Diterbitkan di: April 04, 2008
Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakannya. Jika kadar air pangan dikurangi, pertumbuhan
mikroorganisme akan diperlambat.
Dehidrasi akan menurunkan tingkat aktivitas air (water activity
( aw) yaitu jumlah air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakannya), berat dan volume pangan.
Prinsip utama dari dehidrasi adalah penurunan
kadar air untuk mencegah aktivitas mikroorganisme. Pada banyak produk, seperti sayuran, terlebih
dahulu dilakukan proses pengecilan ukuran (misalnya diiris) sebelum
dikeringkan. Pengecilan ukuran akan meningkatkan luas permukaan bahan sehingga
akan mempercepat proses pengeluaran air.
Sebelum dikeringkan, bahan pangan sebaiknya diblansir untuk
menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan perubahan warna pangan menjadi
coklat.
Pengeringan dengan cara penjemuran dibawah sinar
matahari merupakan suatu metode pengeringan tertua. Proses penguapan air berjalan lambat,
sehingga pengeringan dengan cara penjemuran hanya dilakukan didaerah yang
iklimnya panas dan kering. Bahan yang
dijemur mudah terkontaminasi melalui polusi dan binatang seperti tikus dan
lalat.
Metode pengeringan lainnya telah dikembangkan oleh
industri pangan, dan biasanya cocok untuk digunakan pada produk pangan
tertentu. Contohnya adalah pengeringan
semprot dan pengeringan dengan menggunakan pengering model terowongan.
Pengeringan semprot (spray drying) cocok digunakan
untuk pengeringan bahan pangan cair seperti susu dan kopi (dikeringkan dalam
bentuk larutan ekstrak kopi). Cairan
yang akan dikeringkan dilewatkan pada suatu nozzle (semacam saringan
bertekanan) sehingga keluar dalam bentuk butiran (droplet) cairan yang sangat
halus. Butiran ini selanjutnya
masuk kedalam ruang pengering yang dilewati oleh aliran udara panas. Evaporasi air akan berlangsung dalam hitungan
detik, meninggalkan bagian padatan produk dalam bentuk tepung.
Pada pengeringan
menggunakan pengering model terowongan (tunnel drying), udara panas dihembuskan
melewati produk didalam ruang pengering yang berbentuk terowongan. Contoh produk yang dikeringkan dengan cara
ini adalah potongan sayuran kering.

pengelompokan

PENGELOMPOKAN HASIL PERTANIAN PANGAN

1.1. Pengertian dan lingkup pertanian dan hasil-hasilnya

Pertanian dalam arti luas adalah suatu sektor yang mengemukakan berbagai

hal tentang keberadaan biologi di bumi baik nabati maupun hewani selain

manusia, yang diperuntukkan bagi kelangsungan hidup manusia.

Berbagai jenis tumbuhan dan hewan termasuk ikan dan jasad renik, dapat

tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi lingkungannya. Kondisi

lingkungan inilah yang paling utama dalam mempengaruhi kehidupan setiap

mahluk yang ada. Oleh sebab itu, secara alamiah setiap komoditas akan

terseleksi dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam bidang atau

sektor pertanian, seleksi alamiah tersebut sering disebut pengelompokan

berdasarkan agroklimatologi.

Setiap mahluk hidup atau biologi dalam melangsungkan kehidupannya akan

selalu memerlukan makanan yang sesuai dengan habitatnya. Manusia

sebagai salah satu mahluk hidup memerlukan makanan selama hidupnya.

Makanan yang diperlukan dapat berasal dari nabati maupun hewani. Seperti

halnya setiap tumbuhan ataupun mahluk hidup lainnya, pertumbuhan dan

perkembangan hidup manusia juga sangat dipengaruhi oleh geografis dan

jenis pangan yang dikonsumsinya. Hal tersebut kemudian muncul adanya

pengelompokan manusia berdasarkan “ras”.

Komoditas pertanian yang tumbuh berdasarkan agroklimatologi, memiliki

karakteristik fisiologis tertentu,

Pertanian secara luas meliputi kegiatan budidaya tumbuhan tertentu yang

memiliki nilai tambah bagi kebutuhan hidup manusia dan dalam

perkembangannya kemudian juga memiliki nilai komersial atau nilai ekonomi.

Kebutuhan manusia dapat berupa kebutukan dasar (pangan) dan kebutuhan

penunjang (papan dan sandang). Kebutuhan dasar atau pokok manusia

selain pangan adalah udara (oksigen), sehingga tumbuh-tumbuhan tertentu

juga dibudidayakan untuk menghasilkan oksigen. (ingat tentang fotosintesis,

evaporasi dan transpirasi).

Budidaya pertanian dapat mengasilkan komoditas tertentu, yang dapat

berupa komoditas pangan maupun non pangan. Komoditas pangan

dimanfaatkan

manusia

untuk

kelangsungan

biologisnya,

sedangkan

komoditas non pangan dimanfaatkan untuk keperluan penunjang.

Dalam bidang pangan, sudah jelas dipisahkan adanya pangan nabati dan

pangan hewani. Komoditas pangan nabati dapat dikelompokkan berdasarkan

beberapa kriteria/karakteristik, seperti : karakteristik agronomis, fisiologis,

dan fisiko-kimia atau gizi. Pengelompokan komoditas pertanian pangan

berdasarkan karakteristik agronomis lebih didasarkan pada sifat-sifat

morfologis suatu tanaman. Kelompok komoditas pertanian ini adalah :

Serealia, kacang-kacangan, ubi-ubian, sayuran, dan buah-buahan.

1.2. Manfaat Hasil Pertanian Bagi Kehidupan Manusia

Telah disinggung dimuka bahwa hasil-hasil pertanian memiliki manfaat yang

sangat berarti bagi kehidupan manusia. Dalam perkembangannya,

komoditas pertanian baik untuk pangan maupun non pangan telah

mengalami intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi yang sangat banyak.

Dalam industri pangan, telah dihasilkan banyak sekali pangan yang

beraneka ragam (penganekaragaman pangan). Pada dasarnya, program-

program pengembangan pangan dan non pangan d atas ditujukan untuk

meningkatkan kualitas hidup manusia.

1.3. Dasar-Dasar Pengelompokan Pangan

Seperti diuraikan sebelumnya, komoditas pangan dikelompokan berdasarkan

karakteristik agronomis, fisiologis dan gizi.

A. Karakteristik Agronomis

Kelompok pangan yang dipilah berdasarkan karakteristik agronomis, dapat

ditelusuri berdasarkan nomenklatur biologi (divisi, kelas, ordo, famili, genus,

species, varietas). Biasanya, pengelompokan hasil pertanian secara

agronomis didasarkan pada “famili” yang sama. Namun, tidaklah selalu

berlaku demikian, sehingga aspek lain yang dapat menjadi pertimbangan

adalah berdasarkan bentuk, wujud atau bagian dari suatu tanaman/hewan

yang dimanfaatkan. Atas dasar hal tersebut, maka hasil pertanian tanaman

pangan/hewan

a. Kelompok Serealia

Kelompok serealia dicirikan oleh kesamaan “famili” yaitu kelompok

tanaman padi-padian atau rumput-rumputan (Gramineae). Beberapa

contohnya adalah : padi, gandum, jagung. Ketiga komoditas ini

merupakan produk tanaman yang menjadi bahan pangan pokok manusia.

Jenis lainnya misalnya adalah Jali, Cantel, Jawawut, yang sampai saat ini

dugunakan untuk pakan (burung). Produk-produk tersebut di atas berupa

butiran (bijian), yang bagian terluar adalah kulit biji yang cukup keras,

tidak untuk dikonsumsi.

b. Kelompok Kacang-kacangan

Yang termasuk kelompok ini dicirikan dari tanaman yang berbintil akar, di

mana bintil akar ini adalah berperan dalam fiksasi Nitrogen dari udara dan

dalam tanah untuk pembentukan buah. Produk kacang-kacangan bisa

terdapat di dalam tanah, dapat pula di atas tanah berupa polong. Bentuk

produknya berupa biji. Beberapa cotoh yang penting adalah : kedelai,

kacang hijau, kacang merah, kacang bogor, dan lain-lain.

c. Kelompok Ubi-ubian

Kelompok ini dicirikan oleh karakter produk berasal dari bagian akar yang

menggelembung. Secara agronomis, kelompok ini tidak hanya tergolong

dalam satu “famili” saja. Beberapa contohnya adalah : singkong, ubi jalar,

garut/irut, gadung, uwi. Beberapa jenis komoditas berikut ini masih

diperdebatkan pengelompokannya yaitu : jahe, kencur/cikur, temulawak,

lengkuas/laos dan sejenisnya. Komoditas tersebut bisa dikatakan sebagai

kelompok tanaman obat, kelompok sayuran atau kemlompok ubi-ubian.

d. Kelompok Sayuran

Kelompok sayuran merupakan kelompok pangan nabati yang bagian

tamanan tertentu

dimanfaatkan untuk sayur. Bagian tanaman yang

dimanfaatkan antara lain adalah : umbi akar, umbi batang, bagian batang,

bagian daun, atau bagian buahnya. Sifat dominan dari kelompok pangan

ini adalah cepat mengalami penurunan mutu bahkan rusak. Penyimpanan

pada suhu rendah merupakan cara agar penurunan mutu dapat

diperlambat. Bawang merah, kentang, kangkung, kubis, wortel, buncis,

tomat, labu, waluh, seledri merupakan beberapa contoh kelompok

sayuran.

e. Kelompok Buah-buahan

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah buah-buahan yang digunakan

sebagai hidangan penutup makan. Buahnya dikonsumsi dalam bentuk

segar (masak), atau digoreng/direbus terlebih dahulu misalnya pada jenis

pisang tertentu. Beberapa contoh kelompok ini adalah : mangga pisang,

sirsak, jambu, dan masih banyak lagi. Seperti halnya sayuran, kelompok

pangan ini banyak juga yang cepat mengalami penurunan mutu.

f. Kelompok Hasil Ikan

Ikan dikelompokan menjadi 3 jenis yaitu ikan air tawar, ikan air paya, dan

ikan air asin atau ikan laut. Ketiga jenis ikan tersebut dibedakan secara

agronomis karena lingkungan tempat hidupnya. Perbedaan tersebut

dapat diketahui dari ciri-ciri yang terdapat pada ikan itu sendiri. Beberapa

faktor pembeda pada ikan antara lain adalah sisik, bentuk tubuh, dan sirip

ikan. Udang termasuk kelompok ikan. Sifat utama dari kelompok ikan

adalah cepat mengalami kerusakan yang ditandai dengan bau busuk.

g. Kelompok Hasil Ternak (Daging, Susu dan Telur)

Ternak yang dibudidayakan dan untuk dikonsumsi manusia terbagi dalam

dua kelompok besar yaitu ternak besar dan ternak kecil. Sapi, kambing,

kerbau, termasuk ternak besar, sedangkan ayam, bebek, angsa termasuk

ternak kecil. Hasil ternak dimanfaatkan dalam bentuk daging, susu atau

telur. Hasil olahan dari hewan ternak ini sudah demikian banyak. Seperti

halnya pada hasil perikanan, kelompok ini juga cepat mengalami

kerusakan atau pembusukan.

B. Karakteristik Fisiologis

Pengelompokan komoditas pertanian pangan berdasarkan karakteristik

fisiologis adalah cara yang didasarkan pada ketahanan atau daya simpan

suatu komoditas. Secara fisiologis, suatu pangan dapat pula berpengaruh

terhadap kesegaran atau tegangan syaraf manusia (efek segar).

Pengelompokan berdasarkan fisiologis dapat pula diartikan sebagai mudah

atau tidaknya pangan tersebut mengalami kerusakan.

Dari hal tersebut di atas maka komoditas pertanian pangan dikelompokkan

menjadi tiga kelompok yaitu pangan cepat rusak (perishable), pangan tahan

lama (non perishable) dan pangan penyegar. Cepat atau tidaknya suatu

bahan pangan mengalami kerusakan, biasanya sangat dipengaruhi oleh

kandungan air yang terdapat pada bahan pangan tersebut. Semakin tinggi

kandungan airnya, semakin cepat mengalami kerusakan. Bahan pangan

yang mempunyai pengaruh terhadap tegangan syaraf, disebabkan oleh

adanya senyawa alkaloid atau senyawa polifenol seperti thein, kafein, dan

lain-lain. Sayuran dan buah-buahan segar memiliki kandungan air yang tinggi

(> 70 %). Kondisi ini akan mempengaruhi kecepatan aktivitas enzimatis, dan

dapat menjadi media pertumbuhan mikrobia yang baik. Kontaminasi dengan

mikrobia akan mempercepat proses kerusakan, terlebih apabila kondisi

lingkungan tidak dikendalikan atau disimpan pada ruang bersuhu rendah

atau pada kelembaban yang rendah. Pada biji-bijian atau bahan pangan lain

yang memiliki kadar air yang rendah pada umumnya akan lambat mengalami

kerusakan. Untuk pangan hewani segar, akan cepat sekali mengalami

kerusakan karena mengandung komponen-komponen kimia (terutama yang

terdapat dalam darah hewan seperti haemoglobin) yang sangat baik untuk

pertumbuhan mikroba.

C. Karakteristik Gizi

Bagaimanapun juga, setiap pangan yang dikonsumsi manusia akan

dimanfaatkan beberapa komponen kimia yang terdapat di dalam pangan

tersebut, yang dikenal sebagai zat gizi. Ada 6 (enam) zat gizi yang berasal

dari pangan, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air.

Senyawa karbohidrat, protein dan lemak dapat menghasilkan enersi atau

tenaga yang dibutuhkan untuk aktivitas manusia. Kelebihan pangan yang

telah dikonsumsi akan disimpan kembali oleh tubuh dalam bentuk glokogen,

sel-sel atau jaringan, atau disimpan sebagai lemak tubuh. Senyawa protein

berperan pula sebagai pembangun dan memperbaiki jaringan yang rusak.

Vitamin dan mineral berperan sebagai zat pengatur proses metabolisme di

dalam tubuh. Kekurangan akan suatu jenis vitamin atau mineral tertentu

akan mengakibatkan tergangguna kesehatan seseorang. Sedangkan air

berperan sebagai medium universal, yang akan mengkondisikan berbagai

proses pencernaan dan penyerapan serta metabolisme di dalam tubuh.

Ke enam zat gizi tersebut terdapat dalam setiap bahan pangan dalam jumlah

tertentu. Ada yang terdapat dalam jumlah besar, ada pula yang terdapat

dalam jumlah yang sangat sedikit atau sangat kecil. Berdasarkan kandungan

zat gizi tersebut maka pangan atau hasil pertanian pangan dikelompokkan

menjadi : pangan sumber kalori, pangan sumber protein, pangan sumber

vitamin dan mineral. Pangan sumber kalori terdapat pada serealia dan ubi-

ubian, pangan sumber protein terdapat pada kacang-kacangan dan hasil

hewani, pangan sumber lemak/minyak terdapat pada beberapa jenis kacang-

kacangan, kelapa, kelapa sawit, jagung, dan pangan sumber vitamin dan

mineral banyak terdapat pada sayuran dan buah-buahan. Untuk mengetahui

suatu pangan termasuk kelompok tertentu dapat dilakukan melalui proses

pengolahan tertentu atau analisis kimia secara laboratoris. Zat pati sebagai

salah satu jenis karbohidrat dapat diperoleh dari proses ekstraksi bahan

pangan tertentu misalnya pati singkong (tapioka). Senyawa protein dapat

diperoleh dari pencucian adonan terigu yang berasal dari biji gandum,

minyak dapat diperoleh dari ekstraksi daging buah kelapa, jumlah atau

kandungan vitamin dan mineral dapat diperoleh melalui analisis kimia secara

laboratoris.

Sabtu, 21 Maret 2009

pengelompokan

bu, 2008 Agustus 06

Sifat-sifat Organoleptik

Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan kesukaan dan kemauan untuk mempegunakan suatu produk.
Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut. Indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk adalah : ...


1. Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan.
2. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus.
3. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan.
4. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa , maka rasa manis dapat dengan mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.
Penentu bahan makanan pada umumnya sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain : warna , rasa, tekstur, viskositas dan nilai gizi.

Cita rasa suatu makanan terdiri atas tiga komponen yaitu: bau, rasa dan ransangan mulut, yang dapat diamati oleh indra pembau adalah : zat berbau berbentuk uap sedikit larut dalam air, sedikit larut dalam lemak dan molekul-molekul bau harus sempat menyentuh silia sel olfaktori dan diteruskan ke otak dalam bentuk impuls listrik oleh ujung syaraf olfaktori.
Sedangkan yang mempengaruhi rasa yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Mutu cita rasa nasi terutama sangat ditentukan oleh kepulenan nasi tersebut, kemekaran, aroma, warna nasi dan rasa nasi.
Senyawa yang berhubungan dengan aroma bahan makanan yang di panaskan adalah furanon, senyawa 4-hidroksi,3dimetil-3-dihidroksifuranon yang mempunyai bau karamel. Senyawa 4-hidroksi-5-metil-3-dihidrofuranon yang mempunyai bau akar chikori yang disangrai, senyawa 2,5-dimetil-3-dihidrofuranon yang mempunyai bau roti yang baru selesai pengovenan, serta isomalton dan malton yang merupakan produk karamelisasi dan pirolisin karbohidrat. Pada bahan yang mnegandung lemak akan mengalami ketengikan akibat oksidasi, yang menyebabkan cita rasa yang menyimpang. Bahan makanan yang mengandung minyak apabila terkena oksigen secara langsung akan menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi yang menghasilkan asam lemak berantai pendek, keton, aldehid yang bersifat volatil yang menimbulkan bau tengik.
Bahan makanan yang mengandung karbohidrat dan protein akan mengalami pencoklatan non-enzimatis, apabila bahan tersebut dipanaskan atau sering disebut dengan reaksi Meillard akan dapat menghasilkan bau enak maupun tidak enak. Bau tidak enak dihasilkan oleh dehidrasi kuat yaitu furfural, dehidrofurfural dan HMF serta hasil pemecahan yaitu piruvaldehid, diasetil. Untuk pembentukan rasa enak adalah hasil degradasi sttrecker dari asam amino alfa diubah menjadi aldehid dengan atom karbon yang berkurang satu.
Tekstur dan konsistensi bahan akan mempengaruhi cita rasa suatu bahan. Perubahan tekstur dan viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul, karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rasa terhadap sel reseptor alfaktori dan kelenjar air liur, semakin kental suatu bahan penerimaan terhadap intensitas rasa , bau dan rasa semakin berkurang . Kenaikan temperatur akan menaikkan ransangan pada rasa manis tetapi akan menurunkan ransangan pada rasa asin dan pahit.
Rasa manis pada gula akan bertambah apabila konsentrasi gula semakin tinggi, tetapi sampai pada konsentrasi tertentu rasa enak yang timbul akan berkurang, demikian juga dengan ketiga rasa yang lain, komponen rasa akan berinteraksi dengan komponen rasa primer . Akibat yang ditimbulkan mungkin meningkatkan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa
Berbagai senyawa kimia menimbulkan rasa yang berbeda. Rasa asam disebabkan oleh donor proton, misalnya asam pada cuka, buah-buahan dan sayuran. Rasa asin dihasilkan garam-garam anorganik, umumnya NaCL murni. Tetapi garam-garam anorganik lainnya seperti garam iodida dan bromida mempunyai rasa pahit. Sedangkan garam-garam Pb dan Be mempunyai rasa manis. Rasa manis ditimbulkan oleh senyawa organik alifatik yang mengandung gugus OH seperti alkohol, beberapa asam amino, aldehida dan gliserol. Sumber rasa manis terutama berasal dari gula atau sukrosa dan monosakarida atau disakarida. Rasa pahit disebabkan oleh alkaloid-alkaloid, misalnya kaffein, teobromin, kuinon, glikosida, senyawa fenol seperti naringin, garam-garam Mg, Nh4 dan Co.

Label:

Jumat, 20 Maret 2009

bhp.a

Cara Menghindari Bahaya Mikrobiologis Dan Kimia

Bahaya Mikrobiologis

Pengetahuan higiene dan sanitasi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menyiapkan pangan yang higienis, aman, dan bebas dari penyakit. Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa penyakit yang berkaitan dengan pangan yang terkontaminasi merupakan salah satu dari masalah kesehatan negara berkembang. WHO memberikan sepuluh petunjuk untuk menyiapkan pangan yang aman, yaitu :

1. Demi keamanan, pilihlah pangan yang telah diolah

Pada umumnya pangan lebih baik dimakan dalam keadaan mentah terutama buah-buahan dan syur-sayuran, tetapi ada juga yang lebih baik dimakan setelah diolah atau dimasak terlebih dahulu. Perlu diingat bahwa pengolahan pangan ditujukan untuk meningkatkan keamanan dan juga agar pangan dapat lebih tahan lama.

2. Masaklah pangan dengan sebaik-baiknya

Beberapa pangan mentah, terutama ayam, daging dan susu yang tidak dipasteurisasi seringkali terkontaminasi penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen. Dengan memasak sebaik-baiknya, yaitu seluruh bagian pangan mentah yang dimasak tersebut harus mencapai suhu paling rendah 70°C, maka bakteri patogen akan mati.

3. Pangan yang telah dimasak hendaknya segera dimakan

Jika pangan yang telah dimasak dibiarkan di tempat terbuka, maka bakteri akan berkembang biak, makin lama dibiarkan, makin besar risiko yang diperoleh. Agar aman, makanlah segera pangan yang telah dimasak setelah panasnya hilang.

4. Pangan matang supaya disimpan dengan hati-hati

Jika Anda harus menyiapkan pangan lebih awal atau ingin menyimpan pangan yang tersisa, sebaiknya disimpan pada suhu tinggi (sekitar atau di atas 60°C) atau pada suhu rendah (sekitar atau di bawah 10°C). Petunjuk ini penting jika Anda menyimpan pangan lebih dari empat atau lima jam. Makanan bayi sebaiknya langsung digunakan jangan sampai disimpan. Kesalahan umum yang biasa dilakukan yang dapat menyebabkan penyakit akibat pangan yang tidak diperkirakan sebelumnya adalah menyimpan makanan hangat dalam jumlah besar di lemari es. Dalam lemari es yang isinya berlimpah, makanan matang tidak dapat menjadi dingin seluruhnya secepat yang dikehendaki. Jika bagian tengah makanan tetap hangat (suhu di atas 10°C) dalam waktu yang tidak terlalu lama, maka mikroba akan tumbuh dan dengan cepat berkembang biak mencapai jumlah yang dapat menimbulkan penyakit.

5. Panaskan kembali makanan matang dengan seksama

Inilah cara terbaik untuk menghindari bakteri yang mungkin telah sempat berkembang biak selama penyimpanan (meskipun penyimpanan sempurna menghambat pertumbuhan bakteri, tetapi tidak mematikannya).

6. Hindari bercampurnya pangan mentah dengan pangan matang

Pangan matang dapat terkontaminasi bila bersentuhan dengan pangan mentah. Kontaminasi silang ini dapat terjadi melalui kontak langsung sewaktu ayam mentah ditaruh berdekatan dengan daging matang. Dapat pula hal ini terjadi secara tidak langsung. Misalnya, menggunakan pisau dan talenan bekas memotong daging ayam mentah untuk memotong daging matang. Jika ini dilakukan, akan menimbulkan risiko tumbuhnya bakteri dan akibatnya penyakit telah ada sebelum dimasak.

7. Cucilah tangan berulang-ulang

Cucilah tangan Anda selalu sebelum mulai menyiapkan pangan dan setiap kali setelah melakukan pekerjaan lainnya ketika sedang menyiapkan makanan. Setelah selesai menyiapkan bahan pangan seperti ikan, daging atau ayam, cucilah tangan Anda kembali sebelum mulai menangani pangan lainnya. Jika tangan Anda luka, jangan lupa dibalut atau ditutup sebelum menyiapkan makanan. Perlu diingat pula, bahwa hewan piaraan seperti anjing, burung dan terutama kucing seringkali merupakan tempat bersarangnya bibit penyakit yang dapat berpindah ke makanan melalui tangan Anda.

8. Jagalah agar seluruh permukaan perlengkapan atau peralatan dapur dalam keadaan bersih

9. Makanan sangat mudah terkontaminasi bakteri, maka setiap permukaan peralatan yang digunakan untuk menyiapkan pangan harus selalu dijaga agar tetap bersih. Serbet yang digunakan untuk membersihkan piring, sendok dan perlengkapan dapur lainnya harus diganti dengan yang bersih sesering mungkin, dan direbus serta dicuci sebelum digunakan kembali. Kain pel untuk membersihkan lantai juga perlu sering dicuci

10. Lindungi makanan terhadap serangga, tikus, dan hewan lainnya

11. Binatang sering membawa bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit melalui pangan. Menyimpan makanan dalam wadah tertutup rapat merupakan cara perlindungan terbaik.

12. Gunakanlah air bersih

13. Air bersih yang digunakan untuk menyiapkan makanan sama pentingnya sebagaimana air minum. Jika Anda menggunakan air dari sumber yang diragukan, rebuslah dahulu air tersebut sebelum ditambahkan pada makanan matang atau untuk membuat es. Lebih berhati-hati dalam menggunakan air terutama untuk menyiapkan makanan bayi.

Bahaya Kimia

Pencegahan yang bisa dilakukan dalam mengantisipasi timbulnya penyakit akibat pangan oleh bahan kimia, yaitu:

§ Selalu memilih bahan pangan yang baik untuk dikonsumsi.

§ Menggunakan pestisida seperlunya dan sesuai dengan petunjuk penggunaan yang tertulis pada wadahnya. Selain itu juga menggunakan pestisida berwarna, misalnya berwarna biru sehingga mudah diketahui jika tertukar dengan bahan lain.

§ Gunakan pakaian pelindung dan sarung tangan agar badan dan tangan tidak terkena pestisida, jangan menyemprot pestisida menentang arah angin dan wadah bekas pestisida harus segera ditimbun dalam tanah yang jauh dari sumber air.

§ Pembuangan limbah industri harus diatur sehingga tidak mencemari sumber air bersih.

§ Tidak menggunakan alat masak atau wadah yang dilapisi logam berat (tembaga, seng, antimon, kadmium).

§ Mencuci sayuran dan buah-buahan dengan bersih sebelum diolah atau dimakan.

Mikroba Patogen

Dewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit asal dan melalui pangan (foodborne disease) dan kejadian-kejadian pencemaran pangan terjadi di berbagai negara, tidak hanya di negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara-negara maju. Hal inilah yang menarik perhatian dunia internasional. Penyakit-penyakit yang berasal dari pangan diperkirakan menimpa satu dari tiga orang di negara maju. Di negara sedang berkembang, penyakit diare diperkirakan merupakan penyebab kematian utama sebanyak 2.2 juta anak. Penyakit ini memberi kontribusi yang nyata pada masalah kekurangan gizi dan respon kekebalan yang tertekan yang umum dialami anak-anak di negara berkembang. Penyakit-penyakit diare yang timbul terutama disebabkan oleh patogen asal pangan dan asal air (waterborne), dengan penyebab yang dipindahkan melalui pangan mencapai 70%.

Bahaya dalam pangan dapat dikategorikan dalam tiga golongan yaitu bahaya fisik berupa kontaminasi pangan oleh kotoran-kotoran seperti batu, kerikil, potongan logam dan potongan tubuh serangga, bahaya kimia seperti kontaminasi pangan oleh logam berat dan residu pestisida, dan bahaya biologi yang contohnya kontaminasi oleh mikroba patogen. Berikut ini akan diuraikan bahaya mikrobiologis pada pangan.

Bacillus cereus

Bacillus-cereus

Bacillus-cereus

Keracunan pangan yang diakibatkan oleh Bacillus sp ditunjukkan dari gejala diare, kejang (kram) perut, dan muntah. Bakteri yang telah diisolasi dari baso adalah B. peptonificans yang menyerupai B. cereus. B. cereus menyebabkan dua jenis penyakit yang dibedakan atas waktu timbulnya gejala dan sindroma penyakit. Penyakit pertama, waktu timbulnya gejala penyakit relatif lambat dengan sindroma diare, sedangkan pada penyakit yang kedua, gejala cepat timbul dengan sindroma emetik.

Bacillus merupakan bakteri Gram-positif, aerobik, batang pembentuk spora, kadang-kadang memperlihatkan reaksi Gram-negatif. B. cereus merupakan bakteri fakultatif anaerob dengan ukuran sel-sel vegetatif sekitar 1.0  x 3.0 – 5.0  dalam bentuk rantai. Sebagian galur bersifat psikrotrofik (tumbuh pada 4-5oC) tetapi tidak pada 30-35oC. Galur lain bersifat mesofilik dan dapat tumbuh antara 15 oC dan 50 atau 55 oC, sedangkan suhu optimum pertumbuhan berkisar: 30 - 40 oC. Umumnya tidak tumbuh pada pH 4.8 dalam media yang diasamkan dengan HCl atau pH 5.6 dalam media yang diasamkan dengan asam laktat. Tidak akan tumbuh pada aw 0.92 – 0.93 dengan NaCl sebagai humektan. Asam sorbat 0.26% pada pH 5.5 dan kalium sorbat 0.39% pada pH 6.6 menghambat pertumbuhannya. Penambahan 0.2% kalsium propionat pada adonan roti dapat menghambat germinasi organisme. Makanan yang akan disimpan harus didinginkan dengan cepat sampai suhu <10oc>

Bacillus anthracis

Bacillus-anthracis

Bacillus-anthracis

Genus Bacillus terdiri dari banyak jenis, mereka bisa membentuk spora dan bersifat aerobik. Jenis bakteri ini terdapat pada tanah, air, udara dan tumbuhan beberapa contohnya diantaranya Bacillus cereus dan B. subtilis. Tetapi diantara jenis Bacillus, B. anthracis ialah bakteri yang bersifat pathogen. Bakteri ini bersifat aerob dan non-motil merupakan bakteri pertama yang terbukti sebagai agen penyebab penyakit antrax yang mematikan. Antrax memang awalnya menyerang hewan, namun karena sifat sporanya yang tahan pada situasi yang kurang menguntungkan maka apabila daging hewan ternak yang terserang antrax tidak diproses dengan benar maka spora antrax akan tetap ada dan akan hidup pada manusia yang memakannya. Proses infeksinya bisa melalui 3 cara, melalui kulit, pernafasan, dan gastrointestinal. Spora antrax dapat tahan hidup di tanah selama sepuluh tahun, manusia biasanya terinfeksi karena menghirup spora antrax.

Jenis Makanan yang Mudah Ditumbuhi Bacillus anthracis
Makanan yang berasal dari produk hewani terutama daging yang pemasakannya tidak sempurna, dan diduga hewan tersebut telah terkontaminasi spora antrax.

Cara Pencegahan agar tidak Terkontaminasi Bacillus anthracis:
Tentunya yang paling penting adalah segala tindakan pencegahan, seperti menghindari daging hewan tertular dan mungkin juga pencegahan munculnya terorisme. Juga dengan memasak dengan benar daging yang hendak kita konsumsi.

Campylobacter jejuni

Campilobacter-jejuni

Campilobacter-jejuni

Bakteri bersifat obligat mikroaerofilik (optimum pada 5% O2), Gram-negatif, sel-sel berbentuk spiral dan motil. Bersifat oksidase positif, katalase positif, dan nilai pH optimum pertumbuhan bakteri adalah 6,5 – 7,5. Adanya oksigen akan meningkatkan kematian. Menyebabkan aborsi, infertilitas, penyebab enteritis dan bakteremia akut pada manusia. Bakteri mempunyai antigen O yang stabil panas. Terdapat 3 spesies Campylobacter yaitu C. jejuni, C. coli, C. laridis.
Gejala yang ditimbulkan adalah sakit perut, demam (kadang-kadang > 40oC), dan diare, kadang-kadang diikuti muntah-muntah, diare berair, kadang-kadang berdarah. Pada gejala mirip disentri, darah segar, mukus dan leukosit ditemukan pada tinja. Periode inkubasi sekitar 2 – 7 hari dan penyakit biasanya berlangsung pada periode yang sama. Diare umumnya bersifat self-limiting (sembuh tanpa pengobatan). Organisme dikeluarkan dalam feses (tinja) selama beberapa minggu. Kotoran ternak merupakan sumber kontaminasi selama pemerahan. Sumber kontaminasi lain adalah infeksi puting susu oleh 104 C. jejuni/ml susu. Konsumsi unggas yang kurang masak merupakan penyebab keracunan. Karkas daging sapi umumnya lebih sedikit terkontaminasi. Mikroba ini peka terhadap udara, pengeringan dan panas.
C. jejuni peka terhadap panas dengan nilai D dalam susu skim, pada suhu 48oC adalah 7,2 – 12,8 menit, pada suhu 55oC adalah 0,6 – 2,3 menit, tidak tahan terhadap suhu pemasakan atau pasteurisasi. Pemasakan daging giling yang mengandung 106 C. jejuni/g dengan suhu internal 60oC selama 10 menit, bakteri sudah tidak terdeteksi. Nilai D pada suhu 60oC pada daging adalah kurang dari 1. Secara umum, bakteri ini tahan hidup dalam makanan yang disimpan dingin, tetapi sangat rentan terhadap pembekuan. C. jejuni dapat hidup sampai 4 minggu dalam air sungai pada suhu 4oC. Air yang tidak diklorinasi atau air mentah merupakan penyebab kampilobakter enteritis pada manusia. Bakteri bersifat peka terhadap NaCl, dimana 2% NaCl pada suhu 42oC sudah bersifat bakterisidal. C. jejuni umumnya peka terhadap pengeringan dan penyimpanan suhu kamar. Destruksi oleh klorin 38 – 95% sel masih mampu membentuk koloni pada agar darah dan pada pH 6 lebih efektif daripada pH 8. Klorinasi yang tepat pada air minum merupakan CCP (titik kendali kritis) dalam mencegah infeksi oleh Campylobakter asal air. Pasteurisasi ditetapkan sebagai CCP dalam mencegah infeksi pada manusia melalui susu. Pemasakan pada suhu 55-60oC dapat menghancurkan Campylobacter.

Clostridium botulinum

Clostridium-botulinum

Clostridium-botulinum

Sejak tahun 1793 telah dilaporkan penyebab penyakit dan kematian oleh konsumsi sosis (“botulus”) dan penyakitnya disebut botulisme. Toksinnya bersifat tidak tahan panas (80oC, 10’), tetapi sangat toksik (10-8 g mengakibatkan kematian). Sifat-sifat mikrobanya adalah Gram positif, motil (flagela peritrichous), anaerobik obligat, berbentuk batang (2 – 10 m) dengan spora berbentuk oval. Botulisme pada manusia disebabkan oleh tipe A, B, E. Pertumbuhan pada pH minimum adalah 4.7, penting untuk industri pengalengan.

Gejala dikelompokkan menjadi botulisme asal makanan (foodborne), botulisme pada bayi dan botulisme yang menimbulkan luka. Gejala botulisme pada makanan dapat muncul beberapa jam atau beberapa hari seperti lemas, fatig, vertigo, pandangan buram, kesulitan berbicara dan menelan akibat sarafnya terserang dan gagal bernapas yang dapat menimbulkan kematian. Pada botulisme tipe E, menimbulkan mual dan muntah-muntah dan mortalitas rendah.
Botulisme pada bayi, menyerang bayi kurang dari 12 bulan akibat menelan spora C. botulinum, bergerminasi, tumbuh dan memproduksi toksin sambil mengkolonisasi alat pencernaan. Madu diduga merupakan sumber spora dan tidak direkomendasikan untuk bayi kurang dari 9-12 bulan. Kasus botulisme bayi disebabkan oleh galur C. barati penghasil BoNT tipe F dan C. butyricum penghasil BoNT tipe E. Jumlah sel C. botulinum dalam tinja dapat meningkat 103 – 108/g sebelum timbul gejala klinis. Mikroflora perut bayi tidak mampu mencegah kolonisasi C. botulinum, bila telah dewasa hal ini jarang terjadi.

Spora dari semua tipe dan toksinnya toleran terhadap pembekuan. Grup I (proteolitik) dan II (non-proteolitik, sakarolitik) paling penting dalam penyimpanan makanan. Grup I mempunyai suhu pertumbuhan optimum antara 35 dan 40oC. Grup II mempunyai suhu optimum pertumbuhan 28-30oC. Pertumbuhan dan produksi toksin dilaporkan dapat berlangsung di bawah suhu penjualan makanan dingin.

Toksin dari semua tipe cepat inaktif pada suhu 75-80oC. Grup I mempunyai ketahanan panas yang tinggi. Oleh karena itu perlu diterapkan botulinum cook atau “proses 12D” untuk makanan kaleng berasam rendah. Spora-spora Grup II dikenal kurang tahan panas dibandingkan galur Grup -I.

Spora-spora dan toksin C. botulinum tahan terhadap radiasi ionisasi. Umumnya Grup I tidak dapat tumbuh bila konsentrasi garam lebih dari 10% (aw 0.9353); sedangkan Grup II tidak tumbuh bila lebih dari 5% (aw 0.9707). Semua galur tumbuh dan memproduksi toksin pada pH 5.2 di bawah kondisi optimum. Grup I tumbuh lambat pada pH serendah 4.6, dikenal sebagai titik batas pemisahan untuk makanan asam atau yang diasamkan, sedangkan pada pH di bawah 4.6 tidak mampu tumbuh. Galur Grup II tidak mampu tumbuh pada pH 5.0 atau di bawahnya.
Kiuring daging dengan penggaraman dapat mengendalikan pertumbuhan C. botulinum. Disarankan untuk mengurangi natrium nitrit yang berfungsi sebagai pembentuk flavor dan warna, serta antimikroba, karena dikhawatirkan membentuk senyawa nitrosamin. Sebagai pengganti dapat digunakan sorbat, polifosfat, antioksidan, nisin, paraben dan natrium laktat. Beberapa bakteri asam laktat yang memproduksi bakteriosin mampu menghambat C. botulinum.
Sumber kontaminasi utama C. botulinum pada makanan adalah tanah terutama sayuran (tanaman akar). Keracunan tipe A (botulisme) terjadi karena konsumsi salad kentang yang sudah dimasak, disimpan beberapa hari pada suhu kamar dengan kondisi anaerobik.

Clostridium perfringens

Clostridium perfringens adalah bakteri Gram positif, batang anaerobik (mikroaerofilik) dan non-motil. Spora diproduksi segera dalam usus, memproduksi kapsul, memfermentasi laktosa, mereduksi nitrat dan mempunyai aktivitas lesitinase (aktivitas -toksin). Gejala penyakit yang timbul meliputi sakit perut, mual dan diare akut, 8-24 jam setelah menelan sejumlah besar organisme. Penyakit berlangsung singkat, sembuh sendiri (self limiting), dan pulih dalam waktu 24-48 jam.

Clostridium-perfringens

Clostridium-perfringens

C. perfringens dikelompokkan dalam lima tipe (A - E) sesuai dengan eksotoksin yang diproduksi; Tipe A, C dan D bersifat patogen untuk manusia. Tipe A dan C merupakan penyebab diare akut. Galur-galur tipe A menyebabkan gas gangren, radang usus besar, demam daerah perifer (tangan dan kaki) dan peradangan menyeluruh (septikemia).
Enterotoksin dari tipe A dan C diproduksi dalam jumlah yang cukup besar hanya dalam usus. Produksi enterotoksin umumnya diduga dihasilkan dari lisis sel-sel yang bersporulasi dalam usus. Toksin bersifat labil panas, inaktif pada 60oC dengan nilai D90 adalah 4 menit. Suhu optimum C. perfringens 43 – 47oC. Pangan yang diberi garam (kiuring) dapat mencegah spora bergerminasi dan sel-sel vegetatif tidak mampu tumbuh. Nilai pH minimum adalah 5.0; dan pH optimum 6.0 – 7.5, sedangkan aw minimum adalah 0.95 – 0.97. Spora tahan terhadap radiasi gama, nilai D sebesar 1,2 – 3,4 kGy bila diiradiasi dalam air. Irradiasi sebelum pemanasan (0-7kGy) menyebabkan spora lebih peka terhadap pemanasan.

Makanan pembawa adalah daging sapi dan daging ayam masak yang disimpan pada suhu kamar dengan waktu pendinginan yang lama. Spora bertahan hidup pada celah-celah dan lubang pada bagian dalam dan terperangkap dalam kondisi anaerobik di dalam gulungan daging. Spora bergerminasi setelah ada kejutan panas untuk aktivasi. Sayuran dan ikan merupakan makanan pembawa. Makanan lain yang mungkin terkontaminasi adalah unggas, ikan, sayuran, produk susu, makanan kering, sup, gravies, rempah-rempah, gelatin, spageti, pasta, tepung, protein kedele, roti, cake, meat pies serta daging sapi dan unggas masak. Sejumlah besar sel-sel vegetatif harus tertelan agar sel-sel tetap hidup setelah melalui daerah asam dalam perut.
Tindakan pengendalian yang efektif adalah dengan pendinginan relatif cepat melalui kisaran 55 – 15oC dan pemanasan kembali produk pada suhu di atas 70oC segera sebelum konsumsi. Setelah pemanasan, produk harus didinginkan dari 55 sampai 15oC secepat mungkin. Sebagai pedoman, peraturan di Amerika Serikat mensyaratkan suhu internal produk tidak berada diantara 54.4oC dan 26.7oC selama lebih dari 1.5 jam atau antara 26.7 dan 4.4oC selama lebih dari 5 jam. Bila daging dimasak, pendinginan harus dimulai dalam waktu 90 menit pada akhir siklus pemasakan dan produk harus didinginkan dari 48oC sampai 12.7oC dalam waktu kurang dari 6 jam. Pendinginan harus dilanjutkan untuk transportasi sampai mencapai suhu 4.4oC.

Escherichia coli

Bakteri ini secara normal (komensal) terdapat pada saluran usus besar/kecil anak-anak dan orang dewasa sehat dan jumlahnya dapat mencapai 109 CFU/g. Bakteri ini dikenal sebagai mikroba indikator kontaminasi fekal dan dibagi dalam dua kelompok yaitu nonpatogenik dan patogenik. Ada empat kelompok patogenik penyebab diare yaitu EPEC (Enteropatogenik Escherichia coli), ETEC (Enterotoksigenik Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli) dan E. coli penghasil verotoksin (VTEC). Istilah lain juga digunakan untuk VTEC seperti E. coli penghasil toksin mirip-Shiga (SLTEC) dan E. coli penghasil toksin Shiga (STEC). Istilah enterohemoragik E. coli (EHEC) digunakan untuk galur-galur yang menyebabkan diare berdarah. EHEC mempunyai faktor virulen disamping produksi sitotoksin Vero, yang penting dalam menimbulkan penyakit yang berat pada manusia.

Escherechia coli

Escherechia coli

Enteropatogenik E. coli bersifat spesifik terhadap inang (host) dan menyebabkan diare tanpa darah. Enterohemoragik E. coli (O157:H7) menyebabkan hemoragik dan diare berdarah, enteroinvasif E.coli (EIEC) menyebabkan diare berdarah dengan gejala mirip disentri (Shigella), sedangkan enterotoksigenik E. coli (ETEC) menyebabkan diare pada bayi (infantile diarrhea) dan diare pada orang yang sedang bepergian dengan gejala mirip kolera.
Penyakit yang disebabkan oleh grup EPEC adalah diare berair yang disertai dengan muntah dan demam. Diare sering bersifat sembuh sendiri, tetapi EPEC dapat menyebabkan enteritis kronis berkepanjangan yang mengganggu pertumbuhan. EPEC umumnya dikaitkan dengan bayi dan anak-anak di bawah usia 3 tahun. Grup EIEC menyebabkan diare yang secara klinis sering menyerupai diare basiler, yang disebabkan oleh Shigella. Awalnya diare bersifat akut dan berair, disertai demam dan kejang perut, berlanjut sampai fase kolon (usus besar) dengan tinja yang berdarah dan mukoid. Tidak semua infeksi EIEC berlanjut sampai fase kolon, sehingga darah tidak selalu terdeteksi dalam tinja. EIEC menyerang mukosa kolon dan berkembang biak di dalam sel, menyebar ke sel-sel yang berdekatan setelah sel-sel yang terinfeksi mengalami lisis.
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi ETEC merupakan diare berair dengan kejang perut, demam, malaise dan muntah. Dalam bentuk yang sangat berat, infeksi oleh galur ETEC dapat menghasilkan gambaran klinis yang menyerupai diare yang disebabkan oleh Vibrio cholerae, yaitu tinja air beras. ETEC merupakan penyebab utama diare pada bayi di negara kurang berkembang dan juga diare pada orang yang sedang mengadakan perjalanan dari daerah beriklim musim dengan standar higiene baik ke daerah-daerah tropis dengan standar higiene yang lebih rendah.
VTEC menyebabkan hemoragik colitis (HC) dan sindroma hemolitik uremik (HUS). Gejala HC sering dimulai dengan sakit perut dan diare berair, diikuti dengan diare berdarah umumnya tanpa demam. Diare baik berdarah atau tidak, diikuti oleh munculnya HUS. HUS terjadi pada semua kelompok umur tetapi paling umum pada anak-anak

E. coli enteroagregatif dikaitkan dengan diare yang terjadi di negara berkembang. Diare berlangsung selama 14 hari dan biasanya berair dengan gejala muntah-muntah, dehidrasi, dan sakit perut. Diare berdarah dan demam timbul pada anak-anak yang terinfeksi oleh EaggEC. Diare yang terkait dengan DAEC dicirikan dengan kotoran yang berair dan mengandung mukus dengan demam dan muntah-muntah.

Sumber EPEC, EIEC, dan ETEC adalah manusia. Kontaminasi makanan berasal dari karyawan pengelola pangan atau dari kontak dengan air yang mengandung buangan manusia. Infeksi orang dewasa sehat memerlukan dosis paling sedikit 108 sel baik melalui pangan atau air yang tercemar. Sumber utama organisme VTEC terdapat pada alat pencernaan dari usus sapi dan hewan lain.

Galur-galur VTEC telah diisolasi dari daging sapi dan olahannya seperti sosis, beefburger dan daging giling, demikian pula pada daging unggas dan hasil laut. Di Amerika Selatan, VTEC O157 ditemukan pada daging sapi, babi, domba dan unggas. dan di Amerika dari daging (patties) hamburger dan daging sapi giling.

Susu tanpa pasteurisasi merupakan pembawa infeksi yang penting. Pada tahun 1994 di Skotlandia terjadi keracunan dari susu yang dipanaskan dari susu lokal. VTEC O157 berasal dari pipa yang membawa susu dari peralatan pasteurisasi dan karet dari mesin pembotolan.
VTEC O157 hidup baik dalam makanan yang dibekukan dan disimpan beku. Dalam daging sapi (beef patties) beku pada suhu -80oC dan penyimpanan pada -20oC, terjadi sedikit perubahan dalam jumlah VTEC O157 setelah 9 bulan, dan 50% diantaranya hidup dalam daging ayam giling beku yang disimpan pada –20OC selama 18 bulan. NaCl dan natrium laktat menurunkan ketahanan hidup VTEC O157 selama pembekuan tetapi tidak menghilangkannya setelah 18 bulan. Kadar NaCl 8% (b/v) atau lebih tinggi menghambat pertumbuhan. Pertumbuhan VTEC O157 dalam makanan pada suhu 120C dan 8oC pada saider apel tetap terjadi sehingga dapat membahayakan konsumen.

VTEC serotipe O22:H8 diidentifikasi di Jerman pada pasien dengan HUS (Hemolytic Uremic Syndrom) dan dalam susu dari rumah pasien dan susu yang dipasok. Letusan gastroenteritis dan diare berdarah di Montana dihubungkan dengan galur E. coli yang memproduksi VT2.
Pada tahun 1994, salami yang dikiuring kering merupakan sumber VTEC O157 dalam suatu letusan di Amerika. Pada saat yang sama, sosis mettwurst yang tercemar dengan VTEC O111 juga menyebabkan letusan di Australia. VTEC bertahan hidup selama fermentasi dan proses pengeringan. Letusan infeksi E. coli diaregenik yang melibatkan keju sebagai pembawa infeksi menunjukkan bahwa galur-galur ini tetap hidup selama fermentasi dan pembuatan keju. Galur-galur E.coli dapat tumbuh di dalam miselia Penicillium camemberti selama pemeraman keju pada suhu 10oC. Hal ini menunjukkan bahwa kontaminasi silang permukaan keju dapat menyebabkan produk membahayakan kesehatan konsumen.

VTEC O157 tidak mempunyai ketahanan panas khusus, nilai D pada 62.8oC adalah 24 detik. Susu yang tercemar setelah pasteurisasi dan mendapat pemanasan ringan dapat mengandung VTEC O157 dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan infeksi. Ketahanan panas ini lebih tinggi dalam daging giling berlemak daripada tanpa lemak. Pada keju cottage, walaupun VTEC O157 tumbuh selama proses pembuatan, bakteri akan mati bila curd dimasak pada suhu 57oC selama 90 menit. Dosis radiasi sebesar 2.5 kGy akan membunuh VTEC O157 sebanyak 108.1 per gram daging sapi giling.

Penghilangan VTEC dengan pemanasan merupakan salah satu titik kendali utama dalam rantai makanan. Untuk menghancurkan VTEC O157 dalam burger daging sapi disarankan untuk memasak dan mempertahankan suhu 70oC selama 2 menit sampai jus tidak keluar dan tidak ada potongan yang berwarna merah muda di dalamnya. Air yang tidak diklorinasi sebaiknya tidak digunakan untuk pembersihan peralatan dan permukaan yang kontak dengan makanan atau untuk pembersihan atau pendinginan unit-unit produksi pangan komersial.

Listeria monocytogenes

listeria monocytogenes

listeria monocytogenes

Bakteri ini termasuk kelompok Gram positif, batang pendek, tidak membentuk spora, katalase positif, dan fakultatif anaerobik. Kadang-kadang berbentuk bulat, panjang 10 m. Motil pada suhu 25oC, non-motil pada 35oC. Koloni mempunyai penampakan abu-abu kebiruan. Terdapat 8 spesies, spesies terpenting penyebab infeksi manusia adalah Listeria monocytogenes.
Sepertiga infeksi manusia adalah perinatal, melibatkan wanita hamil, bayi dalam kandungan atau baru lahir. Duapertiga infeksi terjadi pada orang dewasa tidak hamil. Kebanyakan infeksi listeriosis terjadi pada orang yang daya tahannya menurun karena umur, kondisi seperti kanker, transplantasi organ, pemakai kortikosteroid, atau AIDS (acquired immunity deficiency syndrome). Gejala hanya demam ringan tanpa atau dengan gastroenteritis atau gejala mirip-flu, tetapi akibatnya pada janin atau bayi baru lahir dapat fatal. Gejala paling umum adalah septikemia, kadang-kadang disertai meningitis, juga terlihat luka pada kulit. Kebanyakan listeriosis disebabkan karena infeksi melalui makanan; tetapi luka pada kulit dapat sebagai penyebar mikroba.

Batas tumbuh bakteri adalah pada aw 0.92 – 0.93. Tahan hidup 40 hari penyimpanan pada suhu 25oC dalam hasil laut dengan kadar air rendah (2.0 – 2.35%). Kisaran pH pertumbuhan bakteri cukup luas yaitu 9.2 (maks) dan terendah 4.6 – 5.0. Desinfektan yang efektif menghilangkan L. monocytogenes adalah natrium hipoklorit, yodium, peroksida, amonium kuaterner. Dekontaminasi pada sayuran minimum pada konsentrasi klorin 200 ppm.

Bakteri dapat hidup baik beberapa minggu pada suhu –18oC dalam berbagai ragam makanan. Penyimpanan beku (-18 sampai –198oC) selama 1 bulan tidak banyak mematikan bakteri. Pada ikan dan udang yang dikemas vakum dalam es selama 21 hari, jumlah bakteri tidak meningkat dan pada –20oC jumlahnya menurun 10 x dalam 3 bulan. Bakteri dapat bertahan hidup dan tumbuh pada suhu –1 – 50oC. Pemanasan microwave daging ayam sampai 70oC dan pemasakan daging sapi sampai “medium” cukup mematikan L. monocytogenes.
Bakteri tahan terhadap iradiasi gama seperti bakteri Gram positif lain dengan nilai D beragam dari 0.34 – 0.5 kGy dalam broth sampai 0.51 – 1.0 kGy dalam daging cincang. Dosis 3 kGy tidak cukup menghilangkan bakteri dari daging kemas vakum.

Pseudomonas cocovenenans

P. cocovenenans berbentuk lurus atau sedikit melengkung, Gram-negatif, katalase-positif, batang oksidase-negatif, yang bersifat motil dengan menggunakan satu dari beberapa flagela polar. Bakteri ini tumbuh aerobik. Suhu optimum pertumbuhan adalah 30oC dan tidak tumbuh pada suhu 4, 10 atau 45oC. Pada kondisi asam, pertumbuhan tidak berlangsung baik.
P. cocovenenas memproduksi dua senyawa beracun dalam tempe bongkrek yaitu asam bongkrek (tidak berwarna) dan toksoflavin (kuning). Gejala tipikel dari keracunan bongkrek setelah periode 4 – 6 jam adalah sakit perut, keringat berlebihan, lelah dan mual, yang selanjutnya dapat menyebabkan koma yang kadang-kadang mengakibatkan kematian. Beberapa gram tempe bongkrek beracun bahkan setelah dimasak dalam sup atau digoreng dengan minyak, sudah cukup untuk membunuh manusia. Asam bongkrek (asam 3-karboksi-metil-17-metoksi-6, 18, 21-trimetil-dokosa-2, 4, 8, 1-2, 14, 18, 20-heptana dioat sangat tahan panas bila dilarutkan dalam minyak kelapa dan lebih toksik dari toksoflavin. Asam ini dapat mematikan pada dosis 2 mg/100 g berat badan dan dapat mempunyai aktivitas kumulatif.

Salmonella sp.

Salmonela sp

Salmonela sp

S. typhimurium merupakan serovar utama penyebab penyakit manusia sebelum tahun 1985. Saat ini, dominasinya didekati oleh S. enteritidis yang muncul di banyak negara. Untuk dapat menimbulkan penyakit, diperlukan sejumlah besar (105 sampai 107) Salmonella asal pangan. Akan tetapi, bukti lebih baru menunjukkan bahwa satu sel dapat menjadi dosis infektif manusia. Salmonella sp. merupakan bakteri batang Gram negatif, anaerobik fakultatif, bersifat motil dengan flagela peritrikus kecuali S. pullorum dan S. gallinarum, yang tidak memiliki flagela. Salmonella tumbuh optimum pada suhu 35oC sampai 37oC, memecah berbagai jenis karbohidrat menjadi asam dan gas, dapat menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, memproduksi H2S, dan mendekarboksilasi lisin dan ornitin masing-masing menjadi kadaverin dan putresin. Mikroba ini bersifat oksidase negatif dan katalase positif.

Gejala penyakit yang ditimbulkan oleh salmonelosis manusia adalah demam enterik setelah infeksi oleh galur-galur tifus atau paratifus atau gastroenteritis/kolitis nontifus yang dapat berlanjut menjadi infeksi sistemik yang lebih serius. Manusia terutama peka terhadap infeksi oleh S. typhi dan S. paratyphi A, B, dan C, karena kemampuan galur-galur ini untuk menyerang dan berkembang biak dalam jaringan sel inang. Gejala klinis muncul 7 sampai 28 hari setelah pemaparan. Gejala klinis dapat berupa diare berair, atau jarang, sembelit (konstipasi), demam, sakit perut, pusing, mual, lesu, dan bercak-bercak merah di pundak, toraks, atau perut. Komplikasi demam enterik meliputi pendarahan usus atau perforasi usus. Gejala salmonelosis nontifus adalah mual, kejang perut, diare dengan air dan darah, demam singkat (<>

Susu mentah merupakan sumber Salmonella yang utama dalam industri pengolahan susu. Penyimpanan dingin susu mentah yang terlalu lama di peternakan atau di silo industri juga akan mendukung perkembang biakan Salmonella psikrotrofik. S. typhimurium tumbuh lambat pada suhu 8 dan 12oC. Salmonella dapat berkembang biak pada permukaan buah seperti tomat dan melon serta pada sayuran segar yang secara manual atau mekanis dibasahi selama penjualan pada suhu kamar. Produk segar yang akan dikonsumsi mentah harus selalu dibilas dengan baik menggunakan air minum.

Potensi bertahan hidupnya Salmonella di bawah kondisi lingkungan ekstrim merupakan perhatian utama dalam kesehatan masyarakat. Salmonella dapat tetap hidup dalam es krim dan siput mentah yang disimpan selama bertahun-tahun pada -20 oC atau lebih rendah. Salmonella dapat bertahan hidup pada lingkungan pH rendah seperti pada pangan yang diasamkan secara alami, ditambahkan asam, dan difermentasi. Beberapa galur Salmonella dapat inaktif dalam beberapa jam dalam pikel pH 2.8, tetapi tetap hidup dalam saus berpH 3.6.
Perlakuan kimia seperti peroksida, beta-propiolakton, etilen dan propilen oksida, dapat mengendalikan salmonelosis, tetapi penggunaan bahan-bahan ini dapat menginduksi terjadinya penyimpangan citarasa (off-flavor). Bahan kimia lain yang dapat digunakan adalah senyawa amonium kuaterner, asam sorbat, natrium nitrit, antibiotika dan klorin. Pada ayam, penyemprotan dilakukan dengan klorin 200 ppm.

Salmonella cukup peka terhadap iradiasi, pada dosis 0.36 – 0.54 Mrad dapat mereduksi sebanyak 107 dari 18 galur Salmonella dalam telur beku (utuh). Tetapi iradiasi tidak efektif dalam menghancurkan toksin bakteri yang sudah terbentuk lebih dahulu.
Panas paling efektif dan paling banyak digunakan untuk mereduksi Salmonella aplikasinya pada suhu 70 – 75oC selama 3 – 7 menit, atau 66oC , 12 menit, atau 60oC selama 78 – 83 menit.

Shigella sp.

Shigella sp

Shigella sp

Shigella merupakan penyebab disentri basiler yang ditemukan oleh ahli mikrobiologi Jepang Kiyoshi Shiga pada tahun 1898. Terdapat 4 spesies yaitu Sh. dysenteriae yang umum terjadi di negara tropis (berat), Sh. flexneri, Sh. boydii (sedang) dan Sh. sonnei (ringan). Shigella termasuk anggota famili Enterobacteriaceae. Bakteri bersifat nonmotil, tidak membentuk spora, berbentuk batang Gram negatif, katalase positif, oksidase negatif, dan fakultatif anaerob. Produksi asam tanpa gas dari glukosa, bersifat mesofil dengan suhu pertumbuhan antara 10 – 45oC, pH optimum 6 – 8 dan peka terhadap panas.

Shigella menyebabkan disentri basiler pada manusia dan primata. Dosis infeksi rendah, sekitar 10-100 organisme. Periode inkubasi beragam dari 7 jam sampai 7 hari walaupun KLB asal pangan umumnya dicirikan dengan periode inkubasi yang lebih singkat sampai 36 jam. Gejala yang timbul meliputi sakit perut, muntah, demam, diare berdarah, yang menyertai diare yang dapat berkisar dari gejala disentri klasik tinja berdarah, dalam kasus Sh. dysenteriae, Sh. flexneri, Sh. boydii sampai diare berair dengan Sh. sonnei. Penyakit berlangsung selama 3 hari sampai 14 hari dalam sebagian kasus dan tahap kerier (pembawa penyakit) dapat berlangsung selama beberapa bulan. Bentuk penyakit yang lebih ringan bersifat sembuh sendiri dan tidak memerlukan pengobatan, tetapi infeksi Sh. dysenteriae sering memerlukan penggantian cairan dan elektrolit serta terapi antibiotik.

Kasus shigelosis asal pangan dikenal tidak umum, dengan kisaran inang yang lebih terbatas, sehingga masalah penyakit asal pangan relatif kurang nyata dibanding salmonelosis. Dalam kasus asal pangan umumnya melibatkan kerier manusia yang mempersiapkan makanan.

Staphylococcus aureus

Staphilococcus aureus

Staphilococcus aureus

Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram-positif, berbentuk kokus (diameter 1 mikron), bersifat katalase positif dan anaerob fakultatif. Bakteri ini termasuk mesofil dengan suhu pertumbuhan berkisar antara 7- 48oC, dan suhu optimum 35 – 40oC. Nilai ketahanan panasnya adalah D62 20-65 detik dan D72 4.1 detik dalam susu. Nilai pH optimum adalah 6 – 7, pH minimum 4.0, dan pH maksimum 9.8 – 10. Bakteri ini memproduksi enterotoksin, serta toleran terhadap garam dan aw rendah. Dapat tumbuh baik pada 5 – 7% NaCl dan ada yang mampu tumbuh sampai 20% NaCl. Dapat tumbuh pada aw 0.83 dan pH 20 jam) dan tumbuh lambat. S. aureus segera terbunuh oleh iradiasi. Enterotoksin sangat tahan terhadap iradiasi gama dan tidak akan hancur oleh dosis yang umumnya diterapkan pada makanan. Bakteri ini tahan garam dan tumbuh pada aktivitas air serendah 0.85 (kadar garam 25% w/w).

Vibrio

Vibrio cholerae

Vibrio cholerae

Vibrio adalah bakteri Gram-negatif pleomorfik (bentuk kurva atau lurus), batang pendek, motil dengan flagela polar. Sel-sel bersifat katalase dan oksidase-positif, serta anaerobik fakultatif. Natrium klorida merangsang pertumbuhan semua jenis Vibrio dan merupakan persyaratan obligat untuk sebagian jenis. Kadar optimum untuk pertumbuhan spesies yang penting secara klinis adalah 1– 3%. V. parahaemolyticus tumbuh optimum pada NaCl 3 % dan akan tumbuh pada konsentrasi antara 0.5 dan 8%. Minimum aw untuk pertumbuhan V. parahaemolyticus beragam antara 0.93 – 0.987 tergantung dari padatan yang digunakan.

Pertumbuhan Vibrio enteropatogenik berlangsung optimum pada suhu 37oC dengan kisaran tumbuh antara suhu 5 – 43oC. Bila kondisi mendukung, vibrio dapat tumbuh ekstrim cepat; waktu generasi serendah 11 menit dan 9 menit telah dicatat masing-masing untuk V. parahaemolyticus dan vibrio laut non-patogenik V. natrigens. V. parahaemolyticus umumnya kurang tahan pada suhu ekstrim daripada V. cholerae. Jumlahnya turun perlahan pada suhu dingin di bawah suhu pertumbuhan minimum di bawah kondisi beku sebesar 2–log setelah 8 hari pada suhu –18oC. V. parahaemolyticus akan tumbuh paling baik pada pH sedikit di atas netral (7.5 – 8.5). Vibrio umumnya peka terhadap asam walaupun pertumbuhan V. parahaemolyticus teramati pada pH 4.5 – 5.0.

Penyebab kolera adalah V. cholerae biotipe klasik yang menjadi penyebab KLB kolera sejak tahun 1961. Pandemik dimulai di Sulawesi di Indonesia pada tahun 1961, mencapai Afrika tahun 1970 dan Amerika tahun 1991. Kolera umumnya mempunyai masa inkubasi antara satu dan tiga hari, dan dapat beragam dari diare ringan, sembuh-sendiri sampai gangguan yang parah dan mengancam kehidupan. Dosis infektif pada orang sehat normal cukup tinggi, bila organisme tertelan tanpa makanan, sebanyak 1010 sel. Studi di Bangladesh menunjukkan jumlah 103 – 104 sel sebagai dosis infektif. Kolera adalah infeksi non-invasif dimana organisme mengkolonisasi lumen usus dan menghasilkan enterotoksin (toksin kolera) yang kuat. Pada kasus yang parah, hipersekresi natrium, kalium, klorida dan bikarbonat yang diinduksi oleh enterotoksin menghasilkan diare pucat, berair, mengandung serpihan mukus, dan disebut diare air beras. Diare dapat mencapai 201 hari dan mengandung sebayak 103 vibrio per ml, disertai muntah, tetapi tanpa mual atau demam. Bila hilangnya cairan dan elektrolit tidak diganti maka tekanan dan volume darah dapat turun, viskositas darah naik, gagal ginjal dan sirkulasi terhenti. Pada kasus fatal kematian terjadi dalam beberapa hari.

Kolera terutama dikenal sebagai infeksi yang berasal dari air (waterborne infection), walaupun makanan yang kontak dengan air tercemar sering bertindak sebagai pembawa. Keracunan pangan oleh V. parahaemolyticus terkait dengan ikan dan kerang. Jepang merupakan penyebab umum keracunan pangan. Hal ini terkait dengan kebiasaan kuliner mengkonsumsi ikan mentah atau setengah masak, walaupun penyakit juga dapat dihasilkan karena kontaminasi-silang produk masak di dapur.

Masa inkubasi yang dilaporkan untuk keracunan pangan V. parahaemolyticus beragam dari 2 jam sampai 4 hari, walaupun umumnya 9 – 25 jam. Penyakit berlangsung sampai 8 hari dan dicirikan oleh diare berair, sakit perut, muntah dan demam. V. parahaemolyticus lebih enteroinvasif daripada V. cholerae, dan mampu menembus epitelium usus. Gejala disentri juga dilaporkan dari sejumlah negara termasuk Jepang.

V. vulnificus merupakan organisme yang sangat invasif yang menyebabkan septikemia primer dengan laju kematian tinggi mendekati 50%. Sebagian besar kasus terjadi pada orang yang menderita penyakit hati (lever), diabet atau kecanduan alkohol. Orang sehat jarang dipengaruhi, dan bila ada, umumnya terkena gastroenteritis. Dalam kasus asal pangan, gejala malaise diikuti demam, dingin dan lesu muncul 16-48 jam setelah konsumsi makanan yang tercemar, biasanya hasil laut, terutama kerang. Tidak seperti infeksi Vibrio lainnya, infeksi V. vulnificus memerlukan perlakuan antibiotik seperti tetrasiklin

Yersinia enterocolitica

Yersinia enterocolitica

Yersinia enterocolitica

Yersinia enterocolitica termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Spesies patogen terhadap manusia dan hewan adalah Y. pestis; Y. pseudotuberculosis; Y. enterocolitica. Bakteri bersifat Gram negatif, fakultatif anaerobik, bentuk batang (1 – 3,5 x 0.5 – 1.3 m) dalam kultur muda (25oC) memproduksi sel-sel oval atau kokoid (coccoid). Suhu optimum pertumbuhan bakteri adalah 32 - 34oC, pada suhu 37oC memerlukan nutrisi, 3 dari 4 jenis asam amino berikut yaitu asam glutamat, thiamin, sistin, dan pantotenat. Pertumbuhan lebih baik bila ditambah asam amino bersulfur (metionin atau sistein), dan ditambah thiamin. Bakteri toleran terhadap pH tinggi, garam-garam empedu, dan surfaktan. Tahan pembekuan (dalam makanan beku), -16 sampai –17oC. Mati dengan pasteurisasi, nilai D pada suhu 62,8oC adalah 0.24 – 0.96 menit.
Bakteri ini bisa menyebabkan penyakit yersiniosis yaitu infeksi gastrointestinal dengan gangguan-gangguan seperti enteritis, dan ileitis terminal, serta dikenal sebagai penyakit “usus buntu semu” (pseudoappendicitis), limfadenitis mesenterik. Gejala-gejala penyakit meliputi demam, sakit perut, diare, mual, muntah yang akan pulih dengan sendirinya.Kebanyakan yersiniosis pada manusia melibatkan 4 serotipe yaitu O:3; O:5,27; O:8; dan O:9. Virulensi dikaitkan dengan adanya plasmid. Adhesi dan invasi tidak tergantung pada adanya plasmid, tetapi kemampuan untuk tetap hidup dan berkembang biak tergantung plasmid.

Y. pseudotuberculosis menyebabkan tuberkulosis semu (pseudotuberculosis) dan limfadenitis mesenterik pada pasien yang didiagnosa sebagai radang usus buntu. Sifat serologis bakteri mempunyai antigen somatik O yang tahan panas. Dikelompokkan menjadi Grup I (manusia dan hewan) sampai grup VI. Gejala penyakit mirip tifus, pada penderita hepatik dapat berakibat fatal. Gejala meliputi demam, sakit perut, anoreksia, mual, muntah, jarang diare.
Pada susu pasteurisasi bila terjadi kontaminasi pasca pasteurisasi, kultur dapat tetap hidup paling sedikit 20 hari pada bagian luar karton susu pada suhu 4oC. Bakteri umumnya hancur selama proses pemanasan makanan. Bakteri peka terhadap iradiasi, toleransi terhadap garam sedang.