Jumat, 20 Maret 2009

bhp

IKAN

Struktur dan Komposisi
Ikan biasanya mengandung sekitar 40-60% BDD. Pada bagian lateral badan ikan terdapat jaringan otot berwarna merah coklat. Sekitar 10% dari total jaringan tubuh mengandung hemoprotein. Protein jaringan otot ikan dapat diklasifikasikan menjdi sarcoplasma, miofibrier, dan protein jaringan ikat. Jaringan otot ikan banyak kesamaannya dengan jaringan otot mamalia. Jaringan otot ikan mudah rusak karena degradasi, denaturasi, dan koagulasi.
Komposisi kimia ikan sangat bervariasi tergantung pada jenis, atau lingkungan dimana ikan itu hidup. Kandungan lemak ikan bervariasi antara 1 – 25 %. Protein ikan memiliki nilai gizi yang tinggi, mudah dicerna serta lengkap jenis dan jumlah asam-asam amino yang terkandung di dalamnya. Minyak dan lemak ikan sebagian besar terdiri dari asam-asam tidak jenuh. Kadar protein ikan sekitar 20%. Mineral ikan sebesar 1,5 % dan sebagian besar ikan mengandung iodium yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.
Daging ikan mempunyai susunan struktur daging yang sangat halus, sehingga ikan sangat cepat menjadi busuk. Apabila ikan disimpan dalam keadaan dingin ternyata dapat memiliki daya simpan yang terbatas dalam arti daging ikan masih tetap segar dan baik karena struktur daging yang halus itu bakteri mudah masuk dan berkembang biak. Tingginya kecepatan pembusukan yang terjadi pada ikan disebabkan adanya enzim alami yang terdapat dalam daging ikan sangat tinggi keaktifannya, karena itu ikan sebaiknya disimpan ditempat yang dingin atau dibekukan.
Ikan lebih cepat membusuk daripada daging terutama karena adanya kotoran-kotoran pada isi perut yang menjadi sumber mikroba pembusuk. Mikroba pembusuk pada ikan tergolong dalam mikroba psikrofilik sehingga penyimpanan pada suhu rendah dapat memberi kondisi yang optimum terhadap mikroba pembusuk tersebut. Ikan yang disimpan pada suhu 0-4oC dalam waktu 5 hari telah mulai mengeluarkan bau sebagai tanda dimulainya pembusukan. Oleh karena itu untuk menyimpan ikan dianjurkan untuk menggunakan cara pembekuan seperti halnya pada daging, demikian juga pada waktu penjualan.
Kerusakan Ikan
Kerusakan pada ikan dan produk-produk ikan terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk. Tanda-tanda kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pada ikan yang belum diolah adalah:

  • Pembentukan lendir pada permukaan ikan.
  • Bau busuk karena terbentuknya amonia, H2S dan senyawa-senyawa berbau busuk lainnya.
  • Perubakan bau busuk (anyir) ini lebih cepat terjadi pada ikan laut dibandingkan dengan ikan air tawar.
  • Perubahan warna, yaitu warna kulit dan daging ikan menjadi kusam atau pucat.
  • Perubahan tekstur, yaitu daging ikan akan berkurang kekenyalannya.
  • Ketengikan karena terjadi pemecahan dan oksidasi lemak ikan.

Pada ikan asin yang telah diolah dengan pengeringan dan penggaraman sehingga aw ikan menjadi rendah, kerusakan disebabkan oleh pertumbuhan kapang. Pada ikan asin dan ikan peda yang mengandung garam sangat tinggi (sekitar 20%), kerusakan dapat disebabkan atau bakteri yang tahan garam yang disebut bakteri halofilik.

SUSU

Komposisi Gizi

Susu merupakan suatu campuran yang kompleks terdiri dari lemak, karbohidrat, protein dan banyak senyawa organik lainnya. Serat garam-garam inorganik yang terlarut atau terdispersi di dalam air. Jumlah dan kandungan senyawa senyawa tersebut dalam susu tertentu boleh dikatakan merupakan suatu yang khas yang menentukan sifat fisiko kimianya. Lemak yang diperoleh dari susu hewan ruminansia, mengandung asam lemak utama yaitu asam palmitat (P), asam oleat (O) dan asam stearat (St). Kandungan protein dalam susu berkisar antara 3-4%. Protein susu dibagi atas casein dan whey. Fraksi casein mengandung bermacam-macam phosphoprotein yang dapat diendapkan dari susu skim kasar dengan keasaman pada pH 4.6, suhu 20°C. Protein yang tertinggal setelah presipitasi casein disebut sebagai protein whey atau milk serum. Jumlah fraksi casein adalah sekitar 80% dari total protein susu, sedangkan sisanya adalah whey.
Dilihat dari komposisi kimianya, maka susu merupakan media yang baik sekali bagi pertumbuhan mikroorganisme. Karena itu susu yang baru diperah harus segera ditangani dan diproses lebih lanjut dengan penanganan yang sebaik-baiknya. Susu segar mempunyai suhu penyimpanan terbaik pada 0-1oC, sedangkan susu kental pada 1-4,5oC. Di bawah suhu penyimpanan ini akan berakibat emulsi susu akan pecah sehingga lemaknya terpisah, atau terjadi denaturasi protein susu yang menyebabkan penggumpalan.
Susu segar pada umumnya akan terkontaminasi dengan beberapa macam mikroba. Dalam hal ini yang dominan mula-mula adalah Streptococcus lactis, sehingga dapat menghasilkan asam laktat. Tetapi pertumbuhan selanjutnya dari bakteri ini akan terhambat oleh keasaman yang dihasilkannya sendiri. Oleh karena itu bakteri tersebut akan inaktif sehingga kemudian akan tumbuh bakteri jenis Lactobacillus yang lebih toleran terhadap asam daripada Streptococcus. Lactobacillus juga akan menghasilkan asam lebih banyak lagi sampai jumlahnya tertentu yang dapat menghambat pertumbuhannya. Selama pembentukan asam tersebut pH susu akan turun sehingga terbentuk ‘curd’ susu.

Pada keasaman yang tinggi Lactobacillus akan mati dan kemudian tumbuh kamir dan kapang yang lebih toleran terhadap asam. Kapang akan mengoksidasi asam. Sedangkan ragi akan menghasilkan hasil akhir yang bersifat basa dari reaksi proteolitis, sehingga keduanya akan menurunkan asam sampai titik dimana bakteri pembusuk proteolitik dan lipolitik akan mencerna ‘curd’ dan menghasilkan gas serta bau busuk.

Kerusakan Susu

Susu merupakan salah satu bahan pangan yang sangat mudah rusak, karena merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Tanda-tanda kerusakan mikrobiologi pada susu adalah sebagai berikut:

  • Perubahan rasa menjadi asam, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk asam, terutama bakteri asam laktat dan bakteri koli.
  • Penggumpalan susu, disebabkan oleh pemecahan protein susu oleh bakteri pemecah protein. Pemecahan protein sedapat mungkin disertai oleh terbentuknya asam atau tanpa asam.
  • Pembentukan lendir, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk lendir.
  • Pembentukan gas, disebabkan oleh pertumbuhan dua kelompok mikroba, yaitu bakteri yang membentuk gas H2 (hidrogen) dan CO2 (karbon dioksida) seperti bakteri koli dan bakteri pembentuk spora, dan bakteri yang hanya membentuk CO2 seperti asam laktat tertentu dan kamir.
  • Ketengikan, disebabkan pemecahan lemak oleh baktei tertentu.
  • Bau busuk, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pemecah protein menjadi senyawa-senyawa berbau busuk.
  • Telur

    Komposisi dan Gizi

    Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling bergizi dan dapat disiapkan dalam berbagai bentuk olahan. Telur dikatakan pula sebagai bahan pangan yang sempurna. Karena telur mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh suatu makhluk hidup seperti protein, lemak, vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup. Disamping itu protein telur merupakan protein yang bermutu tinggi dan memiliki susunan asam amino essensial yang lengkap. Sehingga protein telur sering dijadikan patokan dalam menentukan mutu protein dari berbagai bahan pangan lainnya.

    Telur ayam mengandung 11% kulit, 31% kuning telur dan 55% putih telur. Isi telur tanpa kulit terbagi atas 65% putih dan 35% kuning telur. Yolk atau kuning telur mengandung 50% padatan yang terdiri dari 1/3 bagian protein dan 2/3 bagian lemak. Yolk bila disentrifuse akan terpisah menjadi 3 fraksi, yaitu livetin, komponen glanular, dan lipovitelenin. Lipovitelin dan lipovitelenin adalah campuran komplek lipoprotein yang apabila lipidanya diekstrak dengan 80% alkohol akan meninggalkan phosphoprotein, vitelin dan vitelenin.

    Putih telur cair mengandung 12% protein. Ada 4 lapisan putih telur, yaitu bagian luar cairan (lapisan tipis), bagian viscous cairan (lapisan tebal), bagian dalam cairan (lapisan tipis), dan bagian lapisan kecil padat mengelilingi membran vitelin kuning telur disebut “chalaza” untuk mempertahankan posisi yolk.
    Disamping nilai gizinya yang tinggi dan sifat-sifat fungsionalnya yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan dalam pengolahan pangan, telur merupakan bahan pangan yang mudah atau cepat rusak sehingga tidak tahan lama disimpan tanpa perlakuan apa-apa. Umumnya telur yang masih segar yaitu yang baru keluar dari ayam adalah steril, akan tetapi segera setelah itu kulit telur dapat terkontaminasi oleh kotoran ayam (fecal matter), air cucian (bila telur itu dicuci), penanganan dan mugkin dari bahan pengepak.

    Untuk menjaga dan mempertahankan kualitas telur, telur hendaknya disimpan pada tempat yang dingin yang jauh dari bau-bauan yang dapat diserap melalui pori-pori kulit. Telur segar dapat disimpan sampai 2 minggu dalam refrigerator. Untuk hasil yang baik sebelum digunakan keluarkan setengah jam sebelumnya.

    Kerusakan Telur

    Telur meskipun masih utuh dapat mengalami kerusakan, baik kerusakan fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Mikroba dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur, baik melalui air, udara, maupun kotoran ayam. Telur yang telah dipecah akan mengalami kontak langsung dengan lingkungan, sehingga lebih mudah rusak dibandingkan dengan telur yang masih utuh.
    Tanda-tanda kerusakan yang sering terjadi pada telur adalah sebagai berikut:

    • Perubahan fisik, yaitu penurunan berat, pembesaran kantung udara di dalam telur, pengenceran putih dan kuning telur.
    • Timbulnya bau busuk karena pertumbuhan bakteri pembusuk.
    • Timbulnya bintik-bintik berwarna karena pertumbuhan bakteri pembentuk warna, yaitu bintik-bintik hijau, hitam, dan merah.
    • Bulukan, disebabkan oleh pertumbuhan kapang perusak telur.
    • Pencucian telur dengan air tidak menjamin telur menjadi lebih awet, karena jika air pencuci yang digunakan tidak bersih dan tercemar oleh bakteri, maka akan mempercepat terjadinya kebusukan pada telur. Oleh karena itu dianjurkan untuk mencuci telur yang tercemar oleh kotoran ayam menggunakan air bersih yang hangat.

    Telur pun dapat mengalami kerusakan karena pembekuan tanda tanda kerusakan pada telur yang dibekukan antara lain :

    • Kulit telur biasanya pecah
    • Struktur putih telur pecah dan berair
    • Konsistensi kuning telur sperti gom
    • Bilamana ditayang dengan lilin bayangan kuning telur sangat gelap
    • Isi telur kelihatan lepas di sekitar rongga udara dan sering kali menjadi berbuih jika dikocok dengan keras
    • Untuk mencegah kerusakan tersebut maka diupayakan suhu jangan sampai menurun di bawah -3oC, yaitu titik beku telur. Disamping itu kuning telur yang mengalami pembekuan akan mengalami kerusakan yang sifatnya ‘irreversible’. Suhu yang baik untuk menyimpan telur adalah –1,5oC dengan kelembaban nisbi 82-85 %. Kelembaban yang terlalu rendah dapat menyebabkan isi telur menguap sehingga kantong udara di dalamnya menjadi besar. Telur harus disimpan pada suhu rendah sedemikian rupa sehingga tidak sampai menyebabkan isi telur membeku yang dapat menyebabkan telur tersebut pecah.

    Kerusakan telur pun dapat diakibatkan oleh mikroba. Mikroba yang seringkali menyebabkan kerusakan pada telur antara lain oleh bakteri(busuk-putih, hitam, campuran dan telur basah), dan cendawan (kulit jamuran dan bercak hitam). Kebusukan oleh bakteri dapat dihindari dengan mencegah adanya air pada permukaan setelah ditelurkan, menjaga agar sarangnya tetap kering, menyimpan segera pada suhu 29oc sampai 31oc menjaga supaya tidak sekali-kali menyimpan telur yang dicuci dan pasteurisasi telur dengan perlakuan pemanasan.
    Salah satu mikroba yang sering mengkontaminasi telur adalah Salmonella. Kontaminasi Salmonella di dalam telur, terutama oleh S. pullorum, dapat dimulai dari ovari, dimana bakteri ini masuk ke dlam ovum atau kuning telur pada waktu ovulasi. Kontaminasi Salmonella yang lebih sering terjadi pada telur adalah dengan cara penetrasi dari kotoran unggas melalui kulit telur sewaktu ditelurkan dari induknya. Jika telur kemudian tidak disimpan pada suhu rendah, bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang biak di dalam membran kulit, dan akan mengkontaminasi isi telur sewaktu telur dipecahkan untuk diolah. Endotoksin yang merupakan bagian lipopolisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut diduga merupakan penyebab dari timbulnya gejala demam pada penderita salmonellosis dan demam tifus. Beberapa galur Salmonella juga dapat menimbulkan gejala yang menyerupai gejala intoksikasi yang ditimbulkan oleh enterotoksin.
    Pencucian telur dengan air yang terutama ditujukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran, sebailiknya dapat merangsang terjadinya kontaminasi Salmonella. Tetapi pencucian telur dengan menggunakan air hangat pada suhu kira-kira 77oC selama 3 menit dapat mengurangi jumlah Salmonella


Keamanan Pangan

Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah tangga maupun dari industri pangan. Oleh karena itu industri pangan adalah salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia tapi juga menyangkut kepedulian individu. Jaminan akan keamanan pangan adalah merupakan hak asasi konsumen. Pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Walaupun pangan itu menarik, nikmat, tinggi gizinya jika tidak aman dikonsumsi, praktis tidak ada nilainya sama sekali.

Keamanan pangan selalu menjadi pertimbangan pokok dalam perdagangan, baik perdagangan nasional maupun perdagangan internasional. Di seluruh dunia kesadaran dalam hal keamanan pangan semakin meningkat. Pangan semakin penting dan vital peranannya dalam perdagangan dunia. Dalam modul ini akan dibahas berbagai aturan yang melingkupi aspek keamanan pangan, analisis bahaya keamanan pangan dan berbagai peluang untuk menguranginya.

Foodborne Diseases

Lebih dari 90% terjadinya penyakit pada manusia yang terkait dengan makanan (foodborne diseases) disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi, yaitu meliputi penyakit tipus, disentri bakteri/amuba, botulism, dan intoksikasi bakteri lainnya, serta hepatitis A dan trichinellosis.

Foodborne disease lazim didefinisikan namun tidak akurat, serta dikenal dengan istilah keracunan makanan. WHO mendefinisikannya sebagai penyakit yang umumnya bersifat infeksi atau racun, yang disebabkan oleh agent yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang dicerna.

Foodborne disease baik yang disebabkan oleh mikroba maupun penyebab lain di negara berkembang sangat bervariasi. Penyebab tersebut meliputi bakteri, parasit, virus, ganggang air tawar maupun air laut, racun mikrobial, dan toksin fauna, terutama marine fauna. Komplikasi, kadar, gejala dan waktu lamanya sakit juga sangat bervariasi tergantung penyebabnya.

Patogen utama dalam pangan adalah Salmonella sp, Staphylococcus aureus serta toksin yang diproduksinya, Bacillus cereus, serta Clostridium perfringens. Di samping itu muncul jenis patogen yang semakin popular seperti Campylobacter sp, Helicobacter sp, Vibrio urinificus, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolitica, sedang lainnya secara rutin tidak dimonitor dan dievaluasi. Jenis patogen tertentu seperti kolera thypoid biasanya dianalisa dan diisolasi oleh laboratorium kedokteran.

Patogen yang dianggap memiliki penyebaran yang luas adalah yang menyebabkan penyakit salmonellosis, cholera, penyakit parasitik, enteroviruses. Sedangkan yang memiliki penyebaran sedang adalah toksin ganggang, dan yang memiliki penyebaran terbatas adalah S.aureus, B.cereus, C. perfringens, dan Botulism.

Pengendalian Kontaminasi Pangan

Sebagian besar pemerintah berbagai negara di dunia menggunakan deretan usaha atau langkah pengendalian kontaminan pangan melalui inspeksi, registrasi, analisa produk akhir, untuk menentukan apakah suatu perusahaan pangan memproduksi produk pangan yang aman.

Masalah utama yang dihadapi adalah tingginya biaya yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang dihadapi dalam melakukan pengendalian. Salah satu sistem baru bagi penjaminan (assuring) keamanan pangan disampaikan tahun 1971 dalam suatu National Conference on Food Protection dengan judul “The Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System”.

HACCP adalah suatu sistem yang dianggap rasional dan efektif dalam penjaminan keamanan pangan dari sejak dipanen sampai dikonsumsi. HACCP adalah suatu sistem yang mampu mengidentifikasi hazard (ancaman) yang spesifik seperti misalnya, biologi, kimia, serta sifat fisik yang merugikan yang dapat berpengaruh terhadap keamanan pangan dan dilengkapi dengan langkah-langkah pencegahan untuk mengendalikan ancaman (hazard) tersebut.

Analisis Bahaya Pada Pangan

Pangan merupakan sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung hidup manusia. Tetapi pangan dapat juga menjadi wahana bagi unsur pengganggu kesehatan manusia, yang berupa unsur yang secara alamiah telah menjadi bagian dari pangan, maupun masuk ke dalam pangan dengan cara tertentu. Secara umum bahaya yang timbul dari pangan sering disebut sebagai keracunan pangan. Timbulnya bahaya dapat terjadi melalui unsur mikroorganisme, kimia atau alami. Penyakit yang ditimbulkan oleh ketiga unsur di atas diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Penyakit akibat pangan yang disebabkan oleh mikroba yang mencemari pangan dan masuk ke dalam tubuh, kemudian hidup dan berkembang biak, dan mengakibatkan infeksi pada saluran pencernaan (food infection).

2. Penyakit akibat pangan yang disebabkan oleh racun/toksin yang dihasilkan oleh mikroba pada pangan (food poisoning). Kejadian intoksikasi tidak selalu diserta masuknya mikroba ke dalam tubuh.

3. Penyakit akibat pangan yang penyebabnya bukan mikroba, tetapi bahan kimia dan unsur alami.

Bahaya Mikrobiologis

Mikroba terdapat dimana-mana, baik di tanah, debu, air ataupun udara. Sebagian besar dari mikroba tersebut tidak berbahaya, tetapi banyak juga yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan. Dalam keadaan tertentu mikroba dapat berkembangbiak dan menginfeksi jaringan tubuh dan dapat menular baik antara manusia dengan manusia, hewan dengan hewan ataupun menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya, secara langsung atau melalui pangan. Pangan menjadi beracun karena telah tercemar oleh mikroba tertentu, dan mikroba tersebut menghasilkan racun yang cukup banyak yang dapat membahayakan konsumen

Infeksi Bakteri

Pangan yang umumnya sumber infeksi dan keracunan oleh bakteri adalah pangan yang tergolong berkeasaman rendah seperti daging, telur, susu dan hasil produksinya. Yang termasuk bakteri penyebab infeksi pangan antara lain adalah Salmonella, Clostridium perfringens, Vibrio parahaemolyticus, Escherichia coli, Bacillus cereus, dan Vibrio cholerae.

Salmonella

Salmonella dapat ditemui dalam pangan karena adanya kontaminasi. Beberapa sumber kontaminasi antara lain kotoran hewan pada saat dipotong, kotoran manusia, atau dari air yang terkena polusi air buangan yang mengandung Salmonella. Kontaminasi dapat juga terjadi secara tidak langsung, misalnya kontaminasi pangan oleh Salmonella melalui tangan manusia atau alat-alat yang digunakan.

Salmonella terdapat pada unggas dan telurnya, lalat, tikus dan kecoa. Ayam kalkun, bebek dan angsa dapat terinfeksi oleh berbagai jenis Salmonella yang kemudian dapat ditemukan dalam kotoran, telur dan sebagainya. Produk seperti telur utuh, telur bubuk dan telur cair, perlu mendapat perhatian khusus karena berpotensi sebagai sumber Salmonella. Pangan lainnya yang sering tercemar oleh Salmonella adalah daging ikan dan susu serta hasil olahannya seperti sosis, ham, ikan asap, susu segar, es krim, coklat susu.

Gejala keracunan Salmonella adalah demam, sakit kepala, diare, dan muntah. Masa inkubasi 5 – 72 jam, biasanya 12 – 36 jam setelah memakan pangan yang mengandung Salmonella.

Clostridium perfringens

Penyakit yang ditimbulkan bakteri ini adalah gastroenteritis (gangguan saluran pencernaan), dengan gejala seperti sakit perut, diare dan terbentuknya gas racun yang dikeluarkan dari saluran pencernaan. Bakteri tersebut relatif peka terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu 60°C selama 10 menit. Gejalanya timbul dalam waktu 8 – 24 jam setelah memakan makanan yang mengandung mikroba tersebut.

Clostridium perfringens banyak terdapat pada daging ayam dan daging sapi masak. Pangan lain yang mungkin terkontaminasi adalah ikan, unggas, produk susu, makanan kering, sup, gravies, rempah-rempah, gelatin, spagheti, pasta, tepung dan protein kedelai.

Vibrio parahaemolyticus

Wabah gastroenteritis oleh Vibrio parahaemolyticus banyak terjadi di Jepang karena kebiasaan penduduknya yang mengkonsumsi ikan terkontaminasi dan hasil laut lain secara mentah. Hasil laut seperti ikan laut, kerang, kepiting, dan udang adalah bahan pangan yang sering terinfeksi Vibrio parahaemolyticus.

Masa inkubasi 2 – 48 jam, biasanya 12 jam. Gejala yang timbul adalah sakit perut, diare (kotoran berair dan mengandung darah), mual dan muntah, demam ringan, dan sakit kepala. Penderita akan sembuh setelah 2 – 5 hari.

Escherichia coli

Bakteri ini secara normal (komensal) terdapat pada saluran usus besar/kecil anak-anak dan orang dewasa sehat dan jumlahnya dapat mencapai 109 CFU/g. Bakteri ini dikenal sebagai mikroba indikator kontaminasi fekal dan dibagi dalam dua kelompok, yaitu nonpatogenik dan patogenik. Ada empat kelompok patogenik penyebab diare, yaitu EPEC (Enteropatogenik Escherichia coli), ETEC (Enterotoksigenik Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli) dan VTEC (Escherichia coli penghasil verotoksin).

Penyakit yang disebabkan oleh grup EPEC adalah diare berair yang disertai dengan muntah dan demam. Diare sering bersifat sembuh sendiri, tapi EPEC dapat menyebabkan enteritis kronis yang berkepanjangan yang mengganggu pertumbuhan. EPEC umumnya dikaitkan dengan bayi dan anak-anak di bawah usia 3 tahun.

Penyakit yang disebabkan oleh ETEC merupakan diare berair dengan kejang perut, demam, malaise dan muntah. Dalam bentuk sangat berat, infeksi oleh galur ETEC dapat menghasilkan gambaran klinis yang menyerupai diare yang disebabkan oleh V. cholerae, yaitu tinja air beras. ETEC merupakan penyebab utama diare untuk bayi di negara berkembang dan juga diare pada orang yang sedang mengadakan perjalanan dari daerah beriklim musim dengan standar higiene baik ke daerah-daerah tropis dengan standar higiene yang lebih rendah.

Grup EIEC menyebabkan diare yang klinis sering menyerupai diare basiler,yang disebabkan oleh Shigella. Awalnya diare bersifat akut dan berair, disertai demam dan kejang perut, berlanjut sampai fase kolon (usus besar) dengan tinja yang berdarah dan mukoid. Tidak semua infeksi EIEC berlanjut sampai fase kolon, sehingga darah tidak selalu terdeteksi dalam tinja. EIEC menyerang mukosa kolon dan berkembangbiak di dalam sel, menyebar ke sel-sel yang berdekatan setelah sel-sel yang terinfeksi mengalami lisis.

VTEC menyebabkan hemoragik colitis (HC) dan sindroma hemolitik uremik (HUS). Gejala HC sering dimulai dengan sakit perut dan diare berair, diikuti dengan diare berdarah umumnya tanpa demam. Diare baik berdarah atau tidak, diikuti oleh munculnya HUS. HUS terjadi pada semua kelompok umur tapi paling umum pada anak-anak. VTEC terdapat pada alat pencernaan dari usus sapi dan hewan lain.

Kontaminasi pangan berasal dari karyawan pengelola pangan atau dari kontak dengan air yang mengandung buangan manusia. Infeksi orang dewasa sehat memerlukan dosis paling sedikit 108 sel baik melalui pangan atau air yang tercemar.

Bacillus cereus

Bacillus cereus menyebabkan terjadinya gastroenteritis pada manusia. Gejalanya mual, kejang perut, diare berair, dan muntah-muntah selama satu hari atau kurang. Pangan yang sering terkontaminasi adalah serelia, tepung, bumbu, pati, puding, saus, dan nasi goreng.

Vibrio cholerae

Vibrio cholerae menjadi penyebab terjadinya wabah kolera, sedangkan Vibrio cholerae van Eltor penyebab dari penyakit kolera eltor. Cara kerjanya adalah dengan menyerang dinding saluran usus dan menyebabkan diare dan muntah. Penularan bakteri ini melalui air, ikan dan makanan hasil laut.

Intoksikasi Pangan karena Bakteri

Jenis bakteri penyebab intoksikasi pangan adalah Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas cocovenenans. Racun yang dihasilkan bakteri lebih tahan panas daripada bakteri itu sendiri.

Clostridium botulinum

Keracunan yang disebabkan bakteri ini disebut “botulism”. Racun yang dihasilkan dapat menyebabkan kematian. Gejalanya dimulai dengan gangguan pencernaan yang akut, mual, muntah, diare, lemah fisik dan mental, pusing dan sakit kepala, pandangan berubah menjadi dua, sulit menelan dan berbicara, otot-otot menjadi lumpuh dan kematian biasanya karena kesulitan bernafas. Pada kasus yang fatal, kematian dapat terjadi 3 – 6 hari.

Pada umumnya intoksikasi terjadi pada pangan kaleng berasam rendah. Makanan kaleng yang sering menyebabkan botulism adalah jagung manis, bit, asparagus dan bayam. Botulism juga mungkin terjadi pada ikan asap.

Staphylococcus aureus

Gejala keracunan Staphylococcus aureus adalah banyak mengeluarkan ludah, mual, muntah, kejang perut, diare berdarah dan berlendir, sakit kepala, kejang otot, berkeringat dingin, lemas, nafas pendek, suhu tubuh dibawah normal. Gejala ini berlangsung 1 – 2 hari, jarang terjadi kematian.

Rongga hidung manusia khususnya penderita sinusitis mengandung banyak staphylococci, demikian halnya dengan bisul dan luka bernanah merupakan sumber potensial. Sapi perah penderita mastitis (infeksi pada ambing) menularkan staphylococci ke dalam air susu.

Bakteri S. aureus yang telah masuk ke dalam makanan, dapat dimatikan dengan pemanasan pada waktu dimasak, tetapi toksin yang dihasilkannya hanya dapat terurai jika dilakukan pemanasan selama beberapa jam, atau dipanaskan pada suhu 115°C selama 30 menit. Makanan yang dipanaskan pada suhu ini tentu saja akan berubah teksturnya dan mengalami kerusakan kandungan gizi yang relatif hebat.

Pseudomonas cocovenenans

Keracunan bongkrek adalah nama penyakit untuk jenis keracunan oleh bakteri ini. Pseudomonas cocovenenans sering mengkontaminasi tempe bongkrek. Tempe bongkrek terbuat dari ampas kelapa dan difermentasi kapang Rhizopus oligosporus. Pada tempe yang gagal dan rapuh , disamping Rhizopus oligosporus biasanya tumbuh juga sejenis bakteri yang disebut Pseudomonas cocovenenans. Bakteri inilah yang menyebabkan terbentuknya toksin dalam tempe bongkrek dan berbahaya jika dikonsumsi manusia.

Penderita keracunan bongkrek ditandai dengan hipoglikemia, spasma/kejang, dan tidak sadar. Penderita hipoglikemia biasanya meninggal 4 hari setelah mengkonsumsi tempe bongkrek yang beracun.

Bahaya Kimia

Intoksikasi Pangan karena Bahan Alami

Keracunan pada pangan selain disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari tanah, air, udara, hewan dan manusia juga bisa berasal dari bahan alami yaitu dari hewan, tumbuhan dan bahan kimia. Racun berada dalam pangan secara alamiah karena racun tersebut adalah komponen dari pangan, contohnya jamur racun, singkong racun, ikan racun, jengkol, dan sebagainya.

Jamur Racun

Jamur racun adakalanya sukar dibedakan dengan jamur yang dapat dimakan sehingga orang yang tidak begitu mengetahui ciri-ciri tanaman jamur sering salah mengambil jamur beracun sehingga menimbulkan keracunan dan dapat menyebabkan kematian.

Beberapa jenis jamur beracun yang menyerupai jamur merang yaitu Amanita muscaria yang menghasilkan racun muskarin dan jamur Amanita phalloides yang menghasilkan racun phallin. Masa inkubasi relatif cepat antara 15 menit hingga 15 jam. Gejala keracunan jamur adalah sakit perut, timbul rasa haus, mual, muntah, diare, badan menjadi lemah, kadang-kadang diikuti dengan keluarnya air mata dan dapat berakhir dengan kematian.

Jengkol

Jengkol yang berasal dari tanaman asal Pithecolobium lobatum biasanya dikonsumsi dalam bentuk emping jengkol, sebagai lauk sayur jengkol dan sebagai lalap bentuk mentah. Jengkol dapat menimbulkan keracunan kalau dikonsumsi terlalu banyak. Jengkol mempunyai bau khas yang tidak sedap. Penyebab keracunan adalah asam jengkolat. Hablur asam jengkolat berbentuk jarum roset, mudah larut dalam larutan asam atau alkali, larut dalam air panas, sukar larut dalam air, sehingga dapat mengakibatkan penyumbatan pada saluran urine dan terganggunya fungsi ginjal.

Gejala keracunan jengkol ialah perut kembung, mual, kadang-kadang disertai dengan muntah dan tidak dapat buang air besar. Timbul rasa nyeri (kolik) didaerah pinggang atau sekitar pusar dan kadang-kadang disertai kejang. Urine sedikit, berbau khas jengkol, adakalanya berwarna merah bercampur putih seperti air cucian beras karena didalam urine terdapat sel darah merah dan sel darah putih dan pada keracunan jengkol berat tidak dapat kencing sama sekali karena saluran urine tersumbat oleh hablur asam jengkolat.

Singkong Racun

Penyebab keracunan pada singkong adalah asam sianida yang terdapat baik pada daun maupun umbi singkong. Asam sianida akan menghambat pengangkutan oksigen oleh sel darah merah. Gejala keracunan singkong seperti keracunan asam sianida pada umumnya yaitu mual, muntah, pusing, sukar bernafas sehingga harus menarik nafas dalam-dalam, denyut jantung cepat, kemudian pingsan dan dapat berakhir dengan kematian.

Ikan Beracun

Beberapa jenis ikan laut dan air tawar ternyata di dalam organ tubuhnya mengandung racun yang dapat menimbulkan kematian pada korban keracunan. Jenis ikan beracun yang terkenal adalah ikan buntel. Tubuh ikan buntel perutnya agak membulat tidak pipih, gigi rahangnya yang tumbuh berendeng menyatu dan hanya dipisahkan oleh celah kecil di tengah, sehingga tampak seperti bergigi empat. Penyebab keracunan pada ikan buntel adalah racun tetrodoksin dari golongan neurotoksin (menyerang syaraf) yang sangat beracun dan terdapat di dalam indung telur dan hati. Gejala keracunan timbul 30 menit hingga beberapa jam setelah makan ikan beracun berupa kesemutan di sekitar mulut, ibu jari, jari tangan dan jari kaki, dan sering diikuti dengan rasa kebal pada tungkai, nyeri pada sendi, rasa gatal, berkeringat, mual, muntah, otot lumpuh, pernafasan terganggu dan dapat berakhir dengan kematian.

Kerang, Udang Beracun

Kerang jenis tertentu diketahui mengandung racun yang menyerang syaraf (neurotoksin) dan racun ini tidak rusak oleh panas. Gejala keracunan yang akut timbul 5 hingga 30 menit setelah makan kerang atau dapat juga terjadi 24 – 48 jam setelah makan kerang atau udang yang diduga beracun. Keracunan kerang dapat dilihat dengan gejala kesemutan di sekitar mulut, mual, muntah, perut melilit, otot melemah, tubuh lumpuh dan dapat berakhir dengan kematian karena pernafasan terganggu.

Intoksikasi Pangan karena Logam Berat

Logam berat masuk ke dalam pangan karena proses pencemaran pada waktu penanaman, pemeliharaan, penyimpanan pasca panen dan pengolahan. Selain itu kontaminasi dapat juga terjadi melalui alat masak yang mengandung logam berbahaya dan mengalami pengikisan permukaan.

Keracunan Senyawa Merkuri (Hg)

Keracunan merkuri dapat terjadi karena pembuangan limbah industri yang mengandung merkuri ke laut atau sungai kemudian mencemari ikan dan sejenisnya yang hidup di air laut. Jika air sungai tersebut dijadikan sumber air minum tanpa pengolahan yang menghilangkan merkuri maka air tersebut dapat menimbulkan keracunan merkuri kronik. Keracunan merkuri dapat juga terjadi melalui penggunaan fungisida yang tidak sesuai dengan petunjuk penggunaan, sehingga mencemari bahan pangan seperti beras, daging, atau karena kekeliruan pemakaian fungisida, karena label tidak jelas.

Gejala keracunan merkuri adalah rasa terbakar pada mulut, rasa logam, banyak mengeluarkan air liur dan haus, sakit perut, muntah, cairan tinja mengandung darah, denyut nadi cepat tapi lemah, pucat, kelemahan kaki, penglihatan menurun, koma dan berakhir denga kematian.

Keracunan Tembaga

Logam tembaga dan kuningan dahulu banyak digunakan dalam wadah atau alat masak misalnya wajan, ketel, dan tangki minum. Apabila pangan yang mengandung asam atau berkarbonat diolah dalam wadah tembaga, sebagian logam tembaga akan terkikis dan larut dalam pangan sehingga dapat menimbulkan keracunan. Tembaga sebagai persenyawaan kimia dipakai pula dalam fungisida atau insektisida seperti tembaga oksiklorida dan tembaga sulfat, persenyawaan tersebut dapat menyebabkan keracunan apabila tercampur ke dalam pangan, karena penyemprotan yang tidak sesuai petunjuk sehingga meninggalkan residu yang banyak dalam pangan.

Masa inkubasi relatif cepat yaitu satu jam atau kurang. Gejala keracunan tembaga adalah sakit kepala, keringat dingin, nadi lemah, rasa manis dan bau logam pada mulut, muntah, sakit perut, diare, kejang-kejang dan koma.

Keracunan Arsen

Arsen banyak digunakan sebagai bahan campuran insektisida, yaitu arsen pentoksida dicampur dengan kromium trioksida dan tembaga oksida. Arsen dapat menyebabkan keracunan karena penyimpanan atau penyemprotan insektisida yang tidak sesuai dengan petunjuk. Gejala keracunan arsen umumnya timbul ½ - 1 jam setelah keracunan arsen. Tetapi dapat pula terjadi dalam beberapa jam, terutama apabila keracunan melalui pangan. Gejala keracunan arsen adalah muntah, diare dan dapat berakhir dengan kematian.

Keracunan Seng

Alat masak yang terbuat dari seng atau besi yang dilapisi seng dapat menimbulkan keracunan karena logam seng terkikis dan larut dalam pangan. Masa inkubasi keracunan seng sekitar 1 jam. Gejala keracunan seng adalah sakit kepala, mengeluarkan air liur, haus, muntah dan diare.

Keracunan Antimon (Stibium)

Keracunan antimon dapat terjadi karena alat masak yang terbuat dari campuran logam yang mengandung logam antimon. Makanan yang mengandung asam dapat mengikis dan melarutkan antimon sehingga mengkontaminasi makanan. Masa inkubasinya beberapa menit sampai beberapa jam. Gejala yang timbul akibat keracunan antimon adalah sakit kepala, muntah, kejang dan pingsan.

Keracunan Kadmium

Keracunan pangan dan minuman oleh senyawa kadmium terjadi karena wadah makanan yang permukaannya dilapisi kadmium terkikis dan larut ke dalam pangan. Masa inkubasinya 1 jam kurang. Gejala yang timbul akibat keracunan kadmium adalah pucat, muntah, kejang, pingsan dan dapat diakhiri dengan kematian.

Keracunan Fluorida

Keracunan fluorida dapat terjadi karena residu insektisida dalam bahan pangan akibat penyemprotan insektisida. Salah satu insektisia yang mengandung Na fluorida merupakan campuran asam borat, arsen pentoksida dihidrat, natrium dikromat dan natrium tetra borat pentahidrat. Masa inkubasi sekitar 1 jam atau kurang. Keracunan fluorida menimbulkan gejala pucat, muntah, kejang, pingsan dan berakhir dengan kematian.

Keracunan Sianida

Keracunan sianida dapat terjadi karena bahan pengkilap peralatan perak yang mengandung senyawa sianida dan menempel pada tangan yang dapat mencemari pangan sehingga menyebabkan keracunan. Masa inkubasi antara 35 menit sampai 6 jam. Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan sianida adalah letih, keringat dingin, mual, muntah, diare, kemungkinan diakhiri dengan kematian.

Keracunan Timbal

Logam timbal digunakan dalam logam campuran seperti pada timah, solder sedangkan persenyawaannya banyak digunakan dalam insektisida untuk buah dan sayuran. Penggunaan alat masak yang mengandung timbal dapat menimbulkan keracunan, karena logam terkikis dan larut ke dalam pangan. Masa inkubasinya selama 30 menit. Gejala yang dapat ditimbulkan akibat keracunan timbal adalah sakit kepala, muntah dan kemungkinan kematian.

Keracunan Nitrit

Nitrit digunakan selain sebagai pengawet pada daging dan juga memberikan warna merah. Keracunan nitrit dapat terjadi karena penggunaan yang melewati batas maksimum penggunaan, salah pemakaian dan tercampur secara tidak sengaja karena kelalaian dan ketidaktahuan. Keracunan nitrit dapat dilihat dengan gejala penurunan tekanan darah yang tiba-tiba, mual, muntah, kedinginan, kejang bibir, dan ujung jari menjadi biru, kolaps, dan kematian.

Residu Pestisida

Pestisida banyak digunakan untuk melindungi tanaman dan hasil panen tetapi dapat menimbulkan keracunan/pencemaran pada bahan pangan dan lingkungan hidup karena residu yang ditinggalkannya. Secara langsung maupun tidak langsung pestisida dapat mencemari karena terhisap melalui pernafasan atau tercerna bersama makanan dan air minum. Pencemaran terhadap air dapat terjadi karena sisa pestisida atau penyemprotan rawa-rawa atau sawah.

Gejala permulaan penderita nampak gelisah, sakit kepala, rasa lelah, kedutan otot dan kejang. Lebih lanjut dapat mengganggu sistem kerja otak karena bersifat neurotoksik.


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda